Jumat 22 Apr 2016 09:02 WIB

Kampung Luar Batang, Sepenggal Kisah Jakarta Masa Lalu

Warga Kampung Luar Batang korban penggusuran melintas diantara reruntuhan di Penjaringan, Jakarta Utara, Selasa (19/4). (Republika/Agung Supriyanto)
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Warga Kampung Luar Batang korban penggusuran melintas diantara reruntuhan di Penjaringan, Jakarta Utara, Selasa (19/4). (Republika/Agung Supriyanto)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nama Luar Batang dan Pasar Ikan belakangan ini kembali ramai menjadi perbincangan masyarakat tak hanya mereka yang tinggal di ibu kota namun juga di daerah lain yang mengikuti perkembangan berita mengenai penggusuran warga disana oleh Pemprov DKI Jakarta awal April 2016.

Pro dan kontra mewarnai penggusuran atau bisa secara halusnya disebut sebagai penertiban hunian warga yang dianggap berdiri di atas tanah milik negara. Luar Batang dan kawasan Pasar Ikan di Jakarta Utara memang dikenal sebagai salah satu lokasi pemukiman padat penduduk.

Warga yang tinggal di lokasi itu rata-rata berprofesi sebagai nelayan. Hal itu dapat dimaklumi karena memang lokasi itu berdekatan dengan Teluk Jakarta atau kawasan di Jakarta yang berbatasan langsung dengan Laut Jawa.

Kawasan itu bukan baru dibuka dan dihuni dalam 10 hingga 20 tahun yang lalu, Luar Batang dan Pasar Ikan merupakan salah satu wilayah yang telah ada sejak kota Jakarta masih bernama Jayakarta lebih dari 100 tahun yang lalu, bahkan saat masih bernama Batavia.

Nama daerah Luar Batang sendiri, menurut Adolf Heuken dalam "Historical Sites of Jakarta", berawal dari didirikannya semacam basis kongsi dagang Inggris atas seizin Pangeran Jayawikarta, penguasa ketiga Jayakarta pada 1615.

Basis kantor kongsi dagang Inggris tersebut yang disebut, "lodge" atau log atau batang kayu, kemudian semakin lama semakin luas wilayah melebihi lokasi awal yang kemudian disebut dengan Luar Batang atau dalam bahasa Inggris disebut "outside the log" yang berada di Utara Pasar Ikan.

Nama Luar Batang itu kemudian masih digunakan hingga saat ini dan berkembang menjadi sebuah lokasi perkampungan padat penduduk yang dihuni juga oleh para nelayan dan pekerja di bidang informal lainnya hingga saat ini.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement