REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Perlakuan terhadap koruptor di Indonesia dinilai lebih baik dibanding pencopet. Padahal koruptor telah merugikan seluruh rakyat Indonesia.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman mengkritik cara penangkapan terpidana kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Samadikun Hartono. Perlakuan pemerintah terhadap pria yang buron selama 13 tahun ini dinilai istimewa. “Mestinya kan diborgol. Abu Bakar Ba’asyir saja yang tua renta diborgol padahal dia nggak akan lari dan melawan,” kata Boyamin kepada Republika.co.id, Jumat (22/4).
Dia menduga pemerintah begitu memperlakukannya dengan istimewa lantaran Samadikun masih mempunyai uang. Boyamin menyebut oknum-oknum pejabat yang memperlakukannya dengan istimewa karena mengharapkan bisa ‘kecipratan’ keuntungan dari Samadikun.
Contoh lainnya yakni penangkapan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja. “Saat dimasukkan ke kantor polisi, semua orang ‘nunduk-nunduk’, foto bareng, dan berlomba menawari minum. Kalau pencopet pasti ditendang,” ujarnya.
Samadikun adalah mantan Presiden Komisaris PT Bank Modern, Tbk. Dia menyalahgunakan bantuan likuiditas dari Bank Indonesia dari tujuan yang secara keseluruhan berjumlah Rp 80.742.270.528,81. Alhasil, tindakannya tersebut mengakibatkan kerugian negara Rp Rp 169.472.986.461,52.
Meski statusnya sebagai terpidana, namun Samadikun tidak dapat dieksekusi badan berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1696 K/Pid/2002 tanggal 28 Mei 2003 karena melarikan diri.
Baca juga, Cina Minta Samadikun Dibarter dengan Tahanan Uighur.
Namun pada Kamis (21/4) malam, Samadikun telah sampai di Bandara Halim Perdanakusuma. Pemerintah Indonesia dan Cina sepakat melakukan perjanjian ekstradisi.