REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Ketua MPR RI Zulkifli Hasan mengatakan berdasarkan hasil rapat dengan Walik Presiden Jusuf Kalla, pemerintah berkomitmen agar pembebasan 10 sandera Abu Sayyaf bisa diselesaikan pekan ini.
"Saya semalam rapat dengan pak JK (Jusuf Kalla) yang disandera 10 warga negara Indonesia (WNI) ini mudah-mudahan diharapkan dalam waktu dekat dalam hitungan minggu ini sudah bisa diselesaikan," kata Zulkifli seusai menjadi pembicara dalam pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Aisyiyah di Universitas Aisyiyah, Yogyakarta, Jumat (22/4).
Zulkifli mengatakan meski tidak diungkap secara terbuka, upaya negosiasi dengan Pemerintah Filipina terus dilakukan oleh pemerintah RI.
"Saya percaya pemerintah kita ini sudah all out," kata Zulkifli.
Meski demikian ia tidak mengetahui secara teknis apa yang akan dilakukan Pemerintah RI dalam upaya percepatan pembebesan 10 sandera mengingat operasi militer terhadap kelompok Abu Sayyaf telah disepakati tidak akan ditempuh kedua negara.
"Yang jelas TNI kita tidak diperbolehkan masuk, sehingga teknisnya nanti kita serahkan ke pemerintah," kata dia.
Sudah dua kali terjadi penculikan atas WNI yang berprofesi sebagai pelaut yang sedang berlayar dari dan menuju perairan Indonesia, di perairan Laut Sulu, dan wilayah Filipina. Pertama adalah pembajakan kapal tunda Brahma 12 dan kapal tongkang Anand 12 yang berlayar dari Banjarmasin ke Filipina pada 15 Maret 2016. 10 WNI disandera kelompok Abu Sayyaf di Filipina Selatan.
Selanjutnya disusul pembajakan terhadap kapal tunda Henry dan kapal tongkang Cristi yang berlayar dari Cebu, Filipina ke Tarakan, Kalimantan Utara pada 15 April 2016. Pada pembajakan dan penculikan terakhir ini, 10 anak buah kapal ada di dalam kapal itu. Satu di antaranya tertembak, lima orang selamat dan empat pelaut WNI disandera, sedangkan identitas kelompok penyendera belum diketahui pasti.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Pandjaitan di Jakarta, Kamis (21/4), mengatakan pemerintah masih melacak keberadaan empat WNI yang diculik di perairan perbatasan Malaysia dan Filipina pada 16 April 2016.
"Yang empat ini masih kami teliti. Karena begini, masih melihat apakah ini ada kaitan politik atau sekadar masalah uang tebusan seperti di Somalia. Masih didalami," kata Pandjaitan.