REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Ketua KPK, Tumpak Hatorangan Pangabean mengakui vonis hukuman terhadap buronan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Samadikun Hartono terlalu ringan untuk ukuran penegakkan korupsi saat ini.
Samadikun dituntut empat tahun penjara dengan membayar denda kerugian negara sebesar Rp 169 miliar. "Tentu kecenderungannya sekarang hukuman para koruptor itu lebih berat dibandingkan dulu, tapi itu semua subjektifitas dari hakim yang memutus perkara Samadikun ini," kata dia kepada Republika.co.id, Jumat (22/4).
Semua itu tergantung dari rasa keadilan hakim pengadilan pada saat itu juga. Dia mengaku siapapun sulit mencampuri putusan hakim. Bagi banyak orang, putusan itu bisa dianggap tidak adil. "Masak korupsi triliunan cuma empat tahun?"
Tapi bagi hakim pengadilan, putusan itu sudah adil, jadi sudah tidak bisa disalahkan. Apalagi kasus Samadikum sudah dilakukan kasasi.
Menurut dia, sanksi hukuman itu tetap bisa menjadi lebih berat. Dengan catatan bila Samadikun tidak bisa membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 169 miliar. Itu sudah diatur di Undang-Undang.
Sebelumnya, Samadikun Hartono terbukti melarikan dana BLBI senilai Rp 2 triliun. Pada 20 Agustus, mantan Presiden Komisaris PT Bank Modern ini didakwa merugikan negara di PN Jakarta Pusat dan dituntut satu tahun penjara. Namun pada 2 Agustus ia divonis bebas.
Dalam proses bebasnya tersebut, Kejaksaan Agung mengeluarkan izin Samadikun untuk berobat ke Jepang pada 27 Maret 2003. Pada 17 Juni, Mahkamah Agung melakukan Kasasi dan memvonis Samadikun empat tahun penjara. Pada Juni hinnga Juli, dalam proses PK yang ia lakukan, Jaksa Agung gagal mengeksekusi karena ia sudah kabur ke luar negeri hingga akhirnya ditangkap pada 14 April 2015.