REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Menteri Perhubungan (Menhub) Ignasius Jonan meminta Cina menjamin standar teknologi kereta api cepat Jakarta-Bandung, agar kenyamanan dan keselamatan penumpang benar-benar terjamin.
"Mereka harus benar-benar menerapkan standar teknis, termasuk teknologi yang digunakan di sini (Cina) pada kereta api cepat Jakarta-Bandung. Jika hal tersebut tidak dapat dipenuhi mereka, saya tidak akan keluarkan izin bagi operasional kereta cepat ini," katanya di Beijing, Cina, Jumat (22/4) malam.
Sepanjang Jumat, Menhub Jonan secara terpisah mengadakan pertemuan dengan Menteri Pembangunan dan Reformasi Cina (The National Development and Reform Commission of the People's Republic of China /NDRC) atau semacam Bappenas di Indonesia, Xu Shaoshi dan Menteri Transportasi Cina Yang Chuantang, serta Presiden Cina Railway Sheng Guangzu. Didampingi Duta Besar RI untuk Cina merangkap Mongolia Soegeng Rahardjo, dalam pertemuan dengan Menteri Xu Shaoshi, Jonan menegaskan, Kementerian Perhubungan mendukung proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung, namun standar teknis dan teknologi yang digunakan, harus jelas.
"Standar teknis dan teknologi yang digunakan sangat berkaitan dengan kenyamanan dan keselamatan penumpang. Karenanya pihak NDRC dan konsorsium harus dapat memastikan standar teknis dan teknologi yang digunakan," katanya.
Mantan dirut PT KAI ini menambahkan, "Jika, di Tiongkok menggunakan lebar (antara dua titik tengah rel ganda) lima meter, untuk kecepatan 350 kilometer per jam, ya itu pula yang digunakan untuk kereta api cepat Jakarta-Bandung. Jangan diubah standarnya, lebar rel 4,6 meter, untuk kecepatan 350 km per jam. Selisih 0,4 meter itu sangat berpengaruh."
Dalam proyek senilai Rp 78 triliun tersebut, Cina semula mencantumkan standar kecepatan 250 kilometer per jam, dengan lebar antara dua titik tengah rel ganda kereta api 4,6 meter. Namun, belakangan tingkat kecepatan ditingkatkan menjadi 350 kilometer per jam, tanpa mengubah lebar rel kereta menjadi lima meter, seperti standar teknis yang digunakan di Tiongkok.
"Proyek ini dibangun oleh Tiongkok, menggunakan standar teknis dan teknologi Tiongkok. Ya itu yang dipakai, jangan menggunakan standar berbeda. Jika, ini dilakukan maka kami akan menggunakan konsultan independen negara lain untuk proyek ini. Tentu pihak Tiongkok tidak mau kan," kata Jonan menegaskan.