Sabtu 23 Apr 2016 12:36 WIB

‎Penangkapan Samadikun Dinilai Sebagai Keputusan Politik

Rep: Qommaria Rostanti/ Red: Karta Raharja Ucu
Buronan perkara Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Samadikun Hartono meninggalkan gedung usai menjalani pemeriksaan di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (21/4).  (Antara/Rivan Awal Lingga)
Foto: Rivan Awal Lingga
Buronan perkara Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Samadikun Hartono meninggalkan gedung usai menjalani pemeriksaan di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (21/4). (Antara/Rivan Awal Lingga)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Universitas Pertahanan Salim Said mengatakan kembalinya terpidana kasus penyalahgunaan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) adalah sebuah keputusan politik. Tidak mudah mendatangkan Samadikun apabila tidak ada keputusan politik.

Untuk menciptakan sebuah keputusan politik, masing-masing pihak dalam hal ini Indonesia dan Cina harus mempunyai modal. "Di mata Cina, kita punya modal misalnya proyek kereta api cepat dan pembangunan lain," kata dia dalam diskusi bertajuk 'BLBI yang Nyaris Terlupa' di Jakarta, Sabtu (23/4).

Berbeda halnya dengan Singapura. Bagi Negeri Singa tersebut, Indonesia tak memiliki modal politik.

Salim menyebut Singapura berpikiran tanpa ada keputusan politik apapaun, investor Indonesia akan dengan sendirinya menanamkan investasi di sana. Itulah sebabnya meski Samadikun sempat tinggal begitu lama di sana, Pemerintah Singapura enggan menyerahkannya ke Indonesia.

Sebelum ditangkap di Cina, Samadikun dikabarkan pernah tinggal di Apartemen Beverly Hills Singapura. Namun pelariannya berakhir di tangan otoritas Cina.

Samadikun ditangkap ketika hendak menyaksikan ajang balapan F1 di Shanghai, Cina. Dia pun telah dipulangkan ke Tanah Air pada Kamis (21/4) malam.

Samadikun adalah mantan presiden komisaris PT Bank Modern, Tbk. Dia telah menyalahgunakan bantuan likuiditas dari Bank Indonesia. Tindakan tersebut pun telah mengakibatkan kerugian negara Rp 169 miliar.

(Baca Juga: Kenapa Samadikun tak Diborgol? Ini Alasannya)

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement