REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terpidana kasus penyalahgunaan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Samadikun Hartono dipandang sebagai bagian dari perusak bangsa. Sebab, tindakannya yang menimbulkan kerugian negara hingga Rp 169 miliar kian berbuntut panjang.
Dalam proses pelariannya, pria kelahiran Bone, Sulawesi Selatan, 4 Februari 1948 ini kerap melakukan aksi kotor. Dia menggunakan uangnya agar bisa selamat dari pengejaran aparat hukum.
"Seandainya di surga ada kedutaan, dia pasti akan dapat paspor. Semua bisa dibeli," kata Guru Besar Universitas Pertahanan Salim Said dalam diskusi bertajuk 'BLBI yang Nyaris Terlupa' di Jakarta, Sabtu (23/4).
Dia menyebut Samadikun adalah perampok. Bahaya perampokan bukan hanya merugikan, tapi juga merusak masyarakat.
(Baca Juga: Kenapa Samadikun tak Diborgol? Ini Alasannya)
Dengan uangnya, Samadikun mampu membeli apapun, termasuk integritas pejabat. Ini terbukti dari lima buah paspor yang dimilikinya.
Artinya, dia telah 'merusak' pihak imigrasi lima negara. "Samadikun, tanpa dia rencanakan adalah bagian dari usaha merusak bangsa," ujar Salim.
Samdikun tiba di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (21/4) malam. Samadikun adalah mantan presiden komisaris PT Bank Modern, Tbk.
Ia telah menyalahgunakan bantuan likuiditas dari Bank Indonesia. Tindakan tersebut pun telah mengakibatkan kerugian negara Rp 169 miliar.
Meski telah berstatus sebagai terpidana, namun sejak dulu Samadikun tidak dapat dieksekusi badan berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1696 K/Pid/2002 tanggal 28 Mei 2003 karena terus melarikan diri.
(Baca Juga: Penangkapan Samadikun Dinilai Sebagai Keputusan Politik)