REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Perkumpulan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, mengatakan anggota TNI dan Polri yang akan mencalonkan diri dalam Pilkada sebaiknya mengundurkan diri dari jabatan.
Pengunduran diri sebaiknya dilakukan paling lambat enam bulan sebelum pendaftaran sebagai calon peserta Pilkada. "Maksimal mereka sudah mengundurkan diri pada enam bulan sebelum pendaftaran calon. Dengan demikian bisa dilihat persiapan dan keseriusannya dalam Pilkada," ujar Titi kepada awak media di Jakarta, Sabtu (23/4).
Selain itu, pengunduran diri juga sesuai dengan UU TNI Nomor 34 Tahun 2004 dan UU Polri Nomor 2 Tahun 2002 yang melarang anggota TNI dan Polri untuk terlibat kegiatan politik praktis.
Terpisah, Peneliti Politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesis (LIPI), Ikrar Nusa Bhakti, mengingatkan masih adanya kemungkinan bagi DPR untuk merevisi UU Pilkada agar memudahkan keterlibatan TNI dan Polri dalam politik.
"Jika hal itu terjadi, saya sarankan untuk cermati pasal-pasal setelah revisi nanti. Jika ada anggota TNI dan Polri yang ikut bursa Pilkada 2017 nanti, cermati prosesnya," ungkap Ikrar.
Pencermatan ini terkait surat pengunduran diri dari kedua institusi itu. Pihaknya menilai ada celah dari lembaga untuk menahan keluarnya surat persetujuan pengunduran diri demi kepentingan politis.
"Reformasi TNI dan Polri saya lihat belum sepenuhnya. Masih ada keinginan untuk memegang kembali kekuasaan seperti zaman orde baru," tambah Ikrar.
Aturan tentang keikutsertaan TNI dan Polri dalam Pilkada menjadi polemik pembahasan revisi UU Pilkada Nomor 8 Tahun 2015 oleh DPR. Sebelumnya, anggota Komisi II DPR, Arteri Dahlan, mengisyaratkan bahwa mayoritas fraksi di DPR sepakat jika TNI dan Polri harus mundur sebelum mencalonkan diri dalam Pilkada.