REPUBLIKA.CO.ID, KUDUS -- Pengusaha batik khas Kudus, Jawa Tengah (Jateng) mulai tertarik menggunakan pewarna alami dibandingkan dengan pewarna kimia. Ini menyusul mahalnya harga pewarna berbahan kimia karena termasuk produk impor yang harganya mengikuti fluktuasi dolar Amerika Serikat.
Pemilik Sanggar Muria Batik Kudus Yuli Astuti di Kudus, Ahad (24/4) mengatakan mulai tertarik belajar membuat pewarna alami untuk batik sejak 2010. Setelah pengetahuannya dinilai cukup, dia menerapkannya dalam produk batiknya sekitar tiga tahun yang lalu.
Dengan menggunakan pewarna alami, dia mengatakan biaya produksi khususnya untuk pewarnaan memang jauh lebih murah dibandingkan menggunakan pewarna kimia. Bahan pewarna alami, kata dia, untuk setiap kilogramnya antara Rp 500 ribu hingga Rp 4 jutaan. Sedangkan pewarna alami untuk bahan-bahan lokal justru tidak perlu membeli.
Di antaranya, kata dia, bisa dibuat dari daun mangga, kulit bawang, kulit manggis, serta bahan-bahan alami lain yang bisa diperoleh dari lingkungan sekitar. "Beberapa bahan untuk membuat warna tertentu, memang ada yang masih harus membeli dari luar daerah karena di Kudus memang belum ada yang memilikinya," ujarnya.
Antara lain, kata dia, tumbuhan indigo untuk menghasilkan warna biru. Meskipun biaya pewarnaannya jauh lebih murah, kata dia, dari sisi tenaga kerjanya memang membutuhkan tenaga ekstra, khususnya ketika proses pencelupan harus dilakukan secara berulang kali dibandingkan dengan menggunakan pewarna kimia.
Harga jual batik tulis yang menggunakan zat pewarna alami, kata dia, bisa dijual dengan harga yang lebih mahal, dibandingkan dengan batik yang menggunakan zat pewarna kimia. Setiap potong kain batik dengan zat pewarna alami dengan motif yang sama, katanya, bisa dijual dengan harga Rp 200 ribu. Sedangkan pewarnaan dengan zat kimia dijual dengan harga Rp 125 ribu per potong.
Motif batik yang dikembangkan di antaranya kapal kandas, busana kelir hasil reproduksi, pakis haji muria, pari joto, ornamen kaligrafi, merak kateliu, merak pelataran, dan biji mentimun. Selain itu, ada pula motif batik buket beras kecer, dlorong buketan, sekar jagad, ayam malah, lunglungan, serta "air plan" dan jangkar hasil reproduksi. Sedangkan jumlah motif batik yang sudah diproduksi hingga sekarang mencapai 50-an jenis motif batik tulis klasik maupun kontemporer.