REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ulama asal Papua, Ustaz Fadlan Garamatan menyayangkan adanya kegaduhan yang terjadi di Distrik Gika dan Panaga, Kabupaten Tolikara akibat pembagian bantuan dana Rencana Strategi Pembangunan Kampung (Respek) yang dinilai masyarakat tidak adil. Menurutnya, kejadian tersebut merupakan tanggung jawab pemerintah setempat dan jajarannya sebagai perpanjangan tangan dari negara.
"Harus diberi pemahaman kepada masyarakat oleh pemerintah. Pemerintah daerah harus jujur pada masyarakat untuk sampaikan sesuatu," kata dia kepada Republika.co.id, Ahad (24/4).
Ia menuturkan, sumber daya manusia di Tolikara, sangat terbatas. Tidak sebanding dengan masyarakat yang ada di daerah tersebut. Sehingga, para pejabat negara yang memahami tentang dana Respek, harus sabar menjelaskan kepada masyarakat.
Jangan sampai, ustaz Fadlan berujar, pembagian tersebut dimanfaatkan atau dipolitisasi oleh satu pihak yang tidak bertanggung jawab untuk membuat kegaduhan. Ia memastikan, masyarakat Irian merupakan orang yang tahu tata krama.
"Jadi, yang terjadi tak ada pemahanan lebih, orang lain memanfaatkan itu jadi provokator untuk buat kegaduhan dengan memasukkan bahasa yang kurang mencerdaskan, hasilnya gini," tuturnya.
Ustaz Fadlan mengingatkan, wawasan masyarakat Irian Jaya merupakan urusan negara menuju perbaikan peradaban hidup yang lebih baik. "Saya sudah keliling pedalaman, pemikiran mereka sama, ingin hidup aman, tentam," imbuhnya.
Sebelumnya, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan, bentrok yang terjadi di Distrik Gika dan Panaga, Kabupaten Tolikara sejak 9 April 2016 hingga kini telah menyebabkan 32 warga terluka dan satu orang tewas. Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, penyebab bentrok atau konflik sosial ini adalah persoalan pembagian bantuan dana Respek yang dinilai tidak adil antar distrik.