REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kantor wilayah Malang segera memanggil Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang memiliki rasio kredit macet tinggi, untuk mencari akar permasalahan agar secepatnya bisa diperbaiki.
Kepala OJK wilayah Malang, Jawa Timur Indra Krisna di Malang, Senin (25/4), mengatakan pemanggilan tersebut, selain untuk mencari akar permasalahan angka kredit macet yang cukup tinggi, OJK juga meminta pengurus melakukan evaluasi serta memperbaiki nonperforming loan (NPL) yang tinggi itu.
"BPR harus menerapkan tata kelola yang baik agar NPL bisa ditekan. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah dengan menerapkan prinsip kehati-hatian saat melakukan verifikasi data debitur. Debitur yang perlu dibiayai harus jelas kualitasnya agar kredit yang disalurkan juga berkualitas dan tidak sampai macet," kata Indra.
Indra menyarankan agar BPR segera membentuk Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) sebagai penerapan sistem kehati-hatian dalam operasional kembaga keuangan untuk mengatasi NPL tinggi tesrebut.
Menyinggung masalah penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari bank umum yang dinilai menginvasi pangsa pasar BPR, Indra mengatakan idealnya tidak ada migrasi nasabah BPR ke bank umum. Sebab, bunga bukanlah pertimbangan utama bagi nasabah mikro.
"Justru kecepatan proses pencairan kreditlah yang menjadi pertimbangan para pengusaha. Pengusaha mikro sejatinya nggak selektif memilih bunga. Mereka butuh kecepatan dan seharusnya hal itu yang menjadi koreksi dan introspeksi bagi BPR agar pangsa pasarnya tidak sampai beralih haluan atau migrasi ke perbankan umum," katanya.
Rasio kredit bermasalah atau NPL BPR di wilayah kerja OJK Malang naik menjadi 12,5 persen pada posisi Februari 2016 terdampak pada melambatnya penyaluran kredit, akibatnya angka pembanding kredit bermasalah lebih kecilsehingga NPL menjadi tinggi.
Sampai dengan Ferbruari 2016, pertumbuhan penyaluran kredit BPR di wilayah kerja OJK Malang hanya mencapai 0,72 persen atau jauh lebih sedikit bila dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yang di kisaran 5 persen. Hingga Februari 2016, penyaluran kredit BPR mencapai Rp 1,213 triliun atau hanya naik 0,24 persen secara tahunan (year on year).