Senin 25 Apr 2016 15:38 WIB

TNI Butuh Satu Skuadron Pesawat Amfibi Agar Poros Maritim Terwujud

Rep: reja irfa widodo/ Red: Ani Nursalikah
 Pesawat Amfibi Aron M50 buatan Korea di atas perairan jelang demo terbang di Markas Kopaska Pondok Dayung, Tanjung Priok, Jakarta/ilustrasi. (Republika/ Wihdan Hidayat)
Pesawat Amfibi Aron M50 buatan Korea di atas perairan jelang demo terbang di Markas Kopaska Pondok Dayung, Tanjung Priok, Jakarta/ilustrasi. (Republika/ Wihdan Hidayat)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam mendukung visi pemerintah menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia, TNI AU memiliki sejumlah kendala. Salah satunya adalah minimnya pesawat-pesawat yang dapat melakukan pengamanan di sekitar wilayah Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI).

Hal ini diungkapkan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Agus Supriatna saat membuka Seminar Nasional Kedirgantaraan tentang Penguatan Angkatan Udara dalam Mendukung Poros Maritim Dunia di Klub Eksekutif Persada Purnawira, Halim Perdanakusumah, Jakarta Timur, Senin (25/4).

Menurut Agus, dalam aspek pengamanan dan pengawasan di wilayah ALKI, jumlah alat utama sistem senjata (Alutsista) TNI AU memang belum sebanding dengan luas wilayah yang haruas diawasi.

Tidak hanya itu, Agus pun berharap, ada fungsi ganda yang dimiliki oleh pesawat-pesawat tersebut. ''Harus ada kekuatan udara yang bisa cepat hadir dimana saja, bahkan yang bisa memiliki double function, seperti pesawat amfibi misalnya. Karena kami pernah memiliki itu, seperti pesawat Albatros dan Catalina,'' ujar KSAU, Selasa (25/4).

Agus menambahkan, setidaknya untuk satu wilayah ALKI paling tidak dibutuhkan minimal empat pesawat amphibi. Agus pun menyebut, TNI AU membutuhkan satu skuadron pesawat amfibi, yang kurang lebih berjumlah 16 pesawat guna mengawasi berbagai aktivitas maritim di tiga ALKI di seluruh wilayah Indonesia.

''Seperti ALKI satu saja, begitu luas. Untuk satu ALKI saja, minimum kami butuh empat pesawat. Ada ALKI dua dan ALKI tiga. Minimum satu skuadron (pesawat amphibi),'' tutur Agus.

Agus menjelaskan, hasil dari Seminar Kedirgantaraan ini akan menjadi bahan kajian untuk TNI AU dalam memperkuat peranannya mendukung visi poros maritim dunia. Seminar ini pun rencananya bakal berlangsung selama dua hari, Senin (25/4) dan Selasa (26/4).

Dalam seminar ini akan diundang berbagai pihak, mulai dari Dirjen Perencanaan Pertahanan Kementerian Pertahanan dan sejumlah pakar dalam Hukum Udara dan Hukum Laut. ''Dengan seminar ini akan ada hasil diskusi dan hasil kajian yang akan kami tindaklanjuti," ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
سَيَقُوْلُ الْمُخَلَّفُوْنَ اِذَا انْطَلَقْتُمْ اِلٰى مَغَانِمَ لِتَأْخُذُوْهَا ذَرُوْنَا نَتَّبِعْكُمْ ۚ يُرِيْدُوْنَ اَنْ يُّبَدِّلُوْا كَلٰمَ اللّٰهِ ۗ قُلْ لَّنْ تَتَّبِعُوْنَا كَذٰلِكُمْ قَالَ اللّٰهُ مِنْ قَبْلُ ۖفَسَيَقُوْلُوْنَ بَلْ تَحْسُدُوْنَنَا ۗ بَلْ كَانُوْا لَا يَفْقَهُوْنَ اِلَّا قَلِيْلًا
Apabila kamu berangkat untuk mengambil barang rampasan, orang-orang Badui yang tertinggal itu akan berkata, “Biarkanlah kami mengikuti kamu.” Mereka hendak mengubah janji Allah. Katakanlah, “Kamu sekali-kali tidak (boleh) mengikuti kami. Demikianlah yang telah ditetapkan Allah sejak semula.” Maka mereka akan berkata, “Sebenarnya kamu dengki kepada kami.” Padahal mereka tidak mengerti melainkan sedikit sekali.

(QS. Al-Fath ayat 15)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement