Senin 25 Apr 2016 17:15 WIB

Umar Patek dan Ali Imron Jadi Pembicara Seminar di Malang

Rep: Christiyaningsih/ Red: Ilham
Terpidana kasus terorisme, Umar Patek (kiri) berbincang dengan mantan narapidana kasus terorisme Jumu Tuani (kanan) saat menjadi pembicara dalam Seminar Resimen Mahasiswa Mahasurya Jatim di Hotel Savana, Malang, Jawa Timur, Senin (25/4).
Foto: Antara/Ari Bowo Sucipto
Terpidana kasus terorisme, Umar Patek (kiri) berbincang dengan mantan narapidana kasus terorisme Jumu Tuani (kanan) saat menjadi pembicara dalam Seminar Resimen Mahasiswa Mahasurya Jatim di Hotel Savana, Malang, Jawa Timur, Senin (25/4).

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Tiga mantan teroris, yakni Umar Patek, Ali Imron, dan Jumu Tuani hari ini, Senin (25/4), diberi kesempatan sejenak menghirup udara bebas. Ketiganya diundang ke Malang untuk menjadi pembicara Seminar Resimen Mahasiswa Mahasurya Jawa Timur.

Seminar ini bertajuk Generasi Penerus Bangsa Bersinergi Guna Mendukung Program Pemerintah dalam Rangka Kontra Radikal dan Deradikalisasi Demi Mencegah Instabilitas dan Menjaga Keutuhan NKRI.

Dalam momen langka ini, Ali Imron mengatakan, untuk menanggulangi terorisme hal yang paling mendasar adalah memahamkan masyarakat apa itu terorisme. Menurut terpidana seumur hidup ini, masyarakat harus dapat membedakan jihad dengan terorisme.

"Jihad sampai kapanpun kita perlukan, Indonesia bisa merdeka karena adanya pekikan jihad," ujarnya di hadapan para peserta. Namun, alumnus Akademi Militer Afganistan ini menentang jihad yang mengedepankan kekerasan terhadap kaum sipil. Teroris yang menyerang warga sipil adalah jihad yang salah.

Bagi pria yang terlibat dalam Bom Bali I ini, ia dan seluruh kaum Jamaah Islamiyah menghendaki terwujudnya negara Islam. "Terwujudnya negara Islam adalah harga mati!" katanya tegas.

Tetapi langkah yang ditempuh untuk merealisasikan berdirinya negara Islam harus dengan cara-cara damai. Sebagaimana dulu penyebar agama Islam masuk ke Indonesia. "Bukan berarti NKRI dikudeta," tegasnya. Ia mengakui keterlibatannya dalam serangkaian aksi bom di masa silam adalah kesalahan besar. Meski demikian, ia menolak jika disebut mencari simpati.

Jumu Tuani, yang pernah menjadi Panglima Operasi Komando Jihad Maluku menyebut semua aksi pengeboman yang terjadi di Indonesia bukan aksi jihad. "Pelakunya tidak pantas disebut mujahid," ungkapnya.

Bagi pria yang kini telah bebas dan menjadi da'i bagi narapidana teroris ini, para pelaku bom salah menafsirkan perintah jihad. Mereka menganggap Indonesia adalah negara kafir karena tidak menerapkan hukum Islam secara kaffah (menyeluruh).

Di sisi lain, Umar Patek mengungkapkan bahasan mengenai terorisme lebih baik dijelaskan oleh orang-orang yang pernah berada di lingkaran terorisme seperti dirinya. Pemilik nama asli Hisyam Ali Zein ini berpendapat selama ini para pengamat terorisme hanya tahu kulit luarnya saja.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement