Senin 25 Apr 2016 17:39 WIB

TNI AU Akui Kurang Optimal dalam Pengawasan Keamanan Laut

Rep: Reja Irfa Widodo/ Red: Bayu Hermawan
Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Agus Supriatna
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Agus Supriatna

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Agus Supriatna mengakui pihaknya memang belum optimal dalam melakukan pengawasan dan pengamanan di wilayah laut Indonesia, terutama yang berada di Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI).

Hal ini pun terkait dengan keterbatasan alat utama sistem persenjataan (alutsista) dan sistem radar yang saat ini dimiliki TNI AU. KSAU menjelaskan, dalam upaya mewujudkan visi pemerintah untuk Indonesia sebagai poros maritim dunia, memang perlu ada penguatan dan peranan TNI AU secara aktif.

Penguatan tersebut terutama dalam menjaga dan mengamankan wilayah perairan Indonesia dari praktik-praktik ilegal, termasuk praktik illegal fishing, traficking, penyelundupan, dan masuknya imigran gelap. Namun, KSAU mengakui, aspek pengawasan yang dilakukan TNI AU masih belum optimal.

''Hal ini dikarenakan alutsita yang kami miliki belum dilengkapi dengan peralatan maritime radar system, dan real time data ke Pusdalops,'' ujarnya dalam acara pembukaan Seminar Nasional Kedirgantaraan tentang Penguatan Angkatan Udara dalam Mendukung Poros Maritim Dunia, di Klub Eksekutif Persada Purnawira, Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Senin (25/4).

Begitu pun dengan alutsista TNI AU, lanjut KSAU, tidak sebanding dengan luas wilayah yang harus diawasi, demi menjangkau area-area blind spot, pengamanan ALKI 1, ALKI 2, ALKI 3, dan Selat Malaka.

KSAU pun menyarankan, TNI AU membutuhkan pesawat intai maritim aktis maritim. Agus pun menyebut, pesawat jenis amfibi dapat menjadi alternatif dalam melaksanakan pengamanan perairan di seluruh wilayah Indonesia.

''Pesawat tersebut memiliki aspek interoperabilitas antara kekuatan laut dan kekuatan udara. Penggunaannya pun dapat terintegrasi dengan tugas TNI, baik dalam menjalankan Operasi Militer ataupun Operasi Militer Selain Perang,'' katanya.

Lebih lanjut, Agus menjelaskan, sebenarnya pada sepanjang tahun 1950 hingga dekade 80-an, TNI AU sempat memiliki pesawat amfibi, yaitu jenis Albhatros dan Catalina.

Namun, penggunaan pesawat amfibi itu harus dihentikan lantaran faktor usia pesawat itu. KSAU pun menyebut, setidaknya minimal butuh satu skuadron yang terdiri atas sekitar 16 pesawat untuk bisa mengamankan seluruh wilayah ALKI.

KSAU menjelaskan, nantinya kajian spesifikasi teknis terkait pengadaan pesawat amfibi ini akan diserahkan ke Kementerian Pertahanan. ''Nanti hasilnya pesawatnya apa, itu ada di Kemenhan. Kami hanya mengirimkan spesifikasi teknis dan kemampuan-kemampuan yang kami harapkan dari pesawat tersebut,'' ujar Agus.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement