REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sosiolog dari Universitas Ibnu Chaldun Musni Umar meyatakan prihatin atas kerusuhan disertai pembakaran yang terjadi di lembaga permasyarakatan (Lapas) Banceuy, Bandung, Sabtu (23/4) lalu. Peristiwa itu menurutnya patut diberikan perhatian khusus, apalagi setidaknya dalam bulan ini disbut sudah empat kali kejadian serupa di tempat sama.
"Sehingga kita harus evaluasi mengapa mereka melakukan kerusuhan. Kemungkinan pertama karena overloaded, jadi tempat yang sangat terbatas dan jumlah narapidana sangat banyak," kata dia, Senin (25/4).
Lapas yang kelebihan kapasitas menurutnya bisa menyebabkan para tahanan tidak merasa nyaman. Dimana para napi harus berhimpitan satu dengan lainnya sehingga rentan memicu gesekan.
Selain itu, pembinaan dan pengawasan harus dievaluasi. Apakah hasil binaan di LP dapat membuat mereka kembali menjadi manusia yang menyadari kesalahannya dulu. "Dan juga tindakan korupsi di lapas-lapas yang mengalami kerusuhan," kata dia.
Pemerintah, menurut Musni, juga harus melihat kembali PP No 99 Tahun 2012 mengenai Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Khususnya terkait remisi tahanan.
"Menurut saya harus dievaluasi. Apakah benar dengan keluarnya peraturan menteri kalau tidak salah, yang memperketat atau menghilangkan remisi sendiri menjadi pemicu mereka melakukan kekerasan di LP," terang dia.
Musni berharap peraturan tersebut harus dipelajari kembali. Ia pun mengusulkan ada tim independen baik dari LSM atau lainnya untuk melakukan penelitian terkait itu.
"Jadi melihat LP dari berbagai aspek. Tentu dari aspek sosiologisnya, dari aspek kenyamanan mereka, dari aspek pelayanan, dari aspek pengawasan, itu harus dilakukan penelitian," terang dia. "Jadi nantinya tidak ada yang menduga-duga."