REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi siap menjadi bagian penyelesaian konflik. Terutama konflik sumber daya alam yang hingga kini masih terus terjadi.
"Kami melihat kemungkinan dan peluang untuk menjadi konsolidator atau bagian dari proses penyelesaian konflik sumber daya alam (SDA)," kata Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Marwan Jafar seusai membuka Pertemuan Nasional Lingkungan Hidup (PNLH) XII di Palembang, Senin (25/4).
Dia menjelaskan, akar permasalahan yang tidak pernah diselesaikan dengan baik serta adanya ketimpangan struktur penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam/agraria memicu terus terjadinya konflik agraria terutama di desa-desa yang terdapat perusahaan perkebunan berskala besar.
Meskipun konflik antara desa dengan korporasi perkebunan dan pertambangan belum ditemukan sistem dan mekanisme yang efektif untuk penyelesaiannya, tantangan berikutnya adalah mendorong kemungkinan payung hukum menghadirkan dan menguatkan konsekuensi hukum berbasis regulasi desa terhadap penjarahan SDA dan pengerusakan lingkungan.
Desa, kata dia, merupakan unit terkecil yang menjadi ujung tombak pemerintahan, tidak jarang dihadapkan dengan situasi harus menerima keputusan perizinan eksploitasi sumber daya alam dari pemerintah daerah atau kementerian, sedangkan risiko, dampak dan beban lingkungan yang akan menimpa dirasakan oleh masyarakat desa.
Tanpa tertulis, sesungguhnya batas toleransi komunitas atas perubahan lingkungan hidup telah ada sejak mereka memulai menerapkan aturan lokal. Yakni aturan tentang tata cara pemanfaatan sumber daya alam karena garis pembatas itulah ribuan komunitas di Indonesia telah bertahan berabad-abad mempertahankan daya dukung lingkungan terhadap peradabannya.
"Proses identifikasi adalah keharusan bagi kita semua untuk menjadikan kearifan-kearifan tersebut menjadi referensi regulasi, pengakuan dan penerapannya dapat menjadi solusi dari kebuntuan penyelesaian konflik sumber daya alam dan lingkungan," ujarnya.
Menurut dia, organisasi masyarakat sipil sangat diharapkan perannya untuk menjadi penghubung hukum kearifan lokal komunitas dengan regulasi dan sistem hukum Indonesia, sehingga satuan pemerintahan di desa dapat menjadi faktor pencegah ataupun penghenti dari kejahatan terhadap lingkungan hidup dan SDA.