REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua BPK, Harry Azhar Aziz tercatat belum pernah melaporkan harta kekayaannya sejak dia menduduki posisi Ketua BPK. Harry memang sudah melaporkan LHKPN sebanyak dua kali, namun saat itu ia masih menjabat sebagai anggota DPR RI.
Koalisi Penyelamatan BPK, Roy Salam mengatakan, Harry belum pernah melaporkan LHKPN sejak ia menduduki posisi Ketua BPK. Terakhir ia menyerahkan LHKPN saat ia menjabat sebagai anggota DPR RI.
"Sejak menjabat Ketua BPK tahun 2014, Harry belum pernah melaporkan harta kekayaannya kepada KPK. Berdasarkan data KPK, Harry baru tercatat baru dua kali melaporkan harta kekayaannya, yaitu pada saat masih menjadi anggota DPR," ujar Roy, Selasa (26/4).
Pertama, pada 2003, melaporkan total nilai kekayaannya mencapai Rp 1,095 miliar dan 11.344 dolar AS. Kekayaannya itu terdiri atas kepemilikan delapan bidang tanah dan bangunan yang tersebar di Jakarta Timur, Depok, Bogor, hingga Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat.
Harry juga tercatat memiliki utang sebesar Rp 522,5 juta. Laporan Kedua, pada 2010, Harry kembali menyerahkan LHKPN dengan harta Rp 9,93 miliar dan 680 dolar AS.
Tercatat ada penambahan jumlah tanah dan bangunan hingga mencapai 12 bidang tanah dan bangunan dengan total nominal Rp 2,4 miliar. Jumlah kendaraan yang dimilikinya pun bertambah dari dua unit menjadi enam unit senilai total Rp 755 juta.
Setelah itu, Harry tak pernah lagi melaporkan harta kekayaannya kepada KPK meski kemudian dia menjadi Ketua BPK tahun 2014. Padahal, kewajiban pelaporan kekayaan adalah mandat dari UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Berdasarkan Pasal 5 Ayat 3 regulasi tersebut bahwa Ketua BPK selaku penyelenggara negara wajib melaporkan kekayaannya sebelum dan sesudah menjabat.
Tindakan Harry selaku Ketua BPK yang tidak melaporkan harta kekayaannya kepada KPK, lebih dari 1,5 tahun menurut Roy dimaknai sebagai bentuk ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.
Ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dapat dikategorikan sebagai pelanggaran Pasal 7 Ayat 1 huruf b Peraturan BPK No. 2 Tahun 2011.
Roy melihat hal ini perlu menjadi perhatian komite etik BPK. Sebab, setelah ditelusuri Harry memang bermasalah dalam pelaporan harta kekayaan. Belum lagi, terseretnya nama Harry dalam Panama Pappers.