REPUBLIKA.CO.ID, PULAU MANUS -- Mahkamah Agung Papua Nugini pada Selasa (26/4), memutuskan praktik penahanan pencari suaka oleh Australia di Pulau Manus, Papua Nugini merupakan praktik ilegal. Menurut Mahkamah Agung, hal tersebut harus dihentikan.
Pengadilan tertinggi Papua Nugini mengatakan penahanan melanggar konstitusi negara. Di bawah hukum imigrasi Australia yang kontroversial, siapa pun yang mencoba mencapai Australia dengan perahu akan dikirim ke kamp-kamp di Nauru dan Pulau Manus. Mereka tak pernah layak untuk dimukimkan kembali di Australia.
Lebih dari 800 orang ditahan di Pulau Manus atas nama Australia. Sementara pusat penahanan Nauru menampung sekitar 500 orang. Hal tersebut kerap dikritik oleh PBB dan badan-badan hak asasi manusia, terkait perlakuan keras terhadap para pencari suaka dan banyaknya laporan pelecehan anak yang sistematik.
Menteri Imigrasi Australia Peter Dutton mengatakan putusan tersebut tak akan mengubah kebijakan penahanan lepas pantai mereka. Menurutnya pengungsi yang berada di Pusat Proses Regional Pulau Manus dapat bermukim di Papua Nugini. Sementara mereka yang bukan pengungsi akan dikembalikan ke negara asalnya.
"Ini tak mengubah kebijakan perlindungan perbatasan Australia, mereka tetap tak akan berubah," kata Dutton.
Kebijakan Australia untuk para pencari suaka menarik kecaman internasional dari kelompok hak asasi manusia.
Baca: Ukraina Peringati 30 Tahun Bencana Chernobyl