REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kualitas pendekatan persuasif dan emosional perlu ditingkatkan oleh negosiator Indonesia dalam menghadapi kelompok Abu Sayyaf. Masyarakat, terutama keluarga warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi sandera Abu Sayyaf pastilah berharap pemerintah Indonesia sesegera mungkin membebaskan para sandera.
"Tentunya dengan menempuh jalan yang efektif dan maksimal, plus memperhitungkan faktor-faktor strategis lainnya agar WNI bisa dibebaskan dan pulang balik dengan selamat," kata Direktur The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (26/4).
Kelompok Abu Sayyaf dikabarkan telah mengeksekusi warga Kanada. "Eksekusi terhadap warga Kanada adalah pesan dari kelompok Abu Sayyaf bahwa mereka bisa saja melakukan hal serupa terhadap sandera yang lain," ujar Harits.
Langkah eksekusi yang dilakukan oleh kelompok Abu Sayyaf adalah salah satu modus untuk meningkatkan tekanan kepada pihak pemerintah dari warga yang tersandera.
Seperti diberitakan sebelumnya, kelompok militan Abu Sayyaf memenggal seorang pengusaha Kanada yang mereka sandera setelah batas waktu pembayaran uang tebusan dilampaui. John Risdel (68), seorang konsultan pertambangan, tinggal di Filipina dan diculik bersama tiga orang lainya di Mindanao pada September tahun lalu.
Sebuah kepala manusia ditemukan di sebuah pulau terpencil beberapa jam setelah tenggat waktu pembayaran yang ditetapkan Abu Sayyaf terlampaui. Namun, militer Filipina belum memastikan apakah kepala yang ditemukan itu adalah milik Risdel atau sandera lainnya.