REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pemerintah Provinsi Jawa Barat berusaha memberantas human trafficking sebagai bentuk perbudakan modern. Bahkan, saat ini human trafficking menjadi industri paling menguntungkan dibandingkan dengan kejahatan trans nasional terorganisir lainnya.
Menurut Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayan Perempuan dan Anak(P2TP2A) Provinsi Jawa Barat, Netty Prasetyani, pelaku trafficking semakin beragam dari lapisan berbagai lapisan. Baik kelompok besar maupun kecil, bahkan oleh anggota keluarga sendiri.
"Untuk mengatasi trafficking Jabar bekerja sama dengan beberapa provinsi," ujar Netty kepada wartawan, Rabu (27/4).
Netty mengatakan, belum lama ini pihaknya menggelar pertemuan Teknis Pengembangan Jejaring kerja sama Pencegahan Penanganan Korban Trafficking dan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di 10 Provinsi yang menjadi Anggota Mitra Praja Utama (MPU) belum lama ini.
Dia mengatakan human trafficking merupakan komoditi manusia yang dijual, dibeli dan diperlakukan secara kejam berulang kali untuk meningkatkan margin keuntungan. Netty menillai, trafficking tak seperti narkoba sekali pakai habis. Kondisi ini terjadi, disebabkan adanya kerentanan keluarga, pendidikan, budaya, pernikahan dini, power relation, perspektif anak terhadap anak, pergeseran nilai dan kemiskinan.
Saat ini, kata dia, semua provinsi harus menyadari masih ada tantangan yang dihadapi untuk memberantas trafficking ini. Di antaranya, pemahaman dan kesadaran masyarakat masih rendah, komitmen para pemangku kepentingan tidak merata, dukungan sumber daya masih terbatas, koordinasi dan kerja sama lintas sektor yang masih rendah, penegakan hukum yang masih harusditingkatkan dan belum tersedianya data terpadu.
''Prinsip penanganan harus merujuk pada kepentingan korban dan kata kuncinya adalah sinergi," katanya.