REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat kembali menggelar persidangan kasus Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin dengan agenda pemeriksaan terdakwa. Dalam persidangan, Nazar memaparkan awal mula dirinya mengenal sosok Mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum.
Menurut pria kelahiran Sumatera Utara tersebut, perkenalan tersebut bermula dari mimpi yang sama, yakni menjadi pemimpin negeri. "Awal kenal sama mas Anas karena kita mempunyai cita-cita, yakni sekumpulan anak muda yang mempunyai cita-cita memimpin negeri," kata Nazaruddin di Gedung Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jalan Bungur Besar, Kemayoran, Rabu (27/4).
Nazaruddin juga meceritakan kerja kerasnya sehingga dirinya bisa mendapat kepercayaan dari Anas Urbaningrum. Menurutnya, Anas merupakan sosok yang sangat berhati-hati dan tidak mudah percaya kepada orang lain.
"Saya dipercaya mas Anas karena saya pekerja keras dan enggak pernah bohong ke dia. Mas Anas itu orangnya sangat hati-hati dan enggak gampang percaya sama orang," ucap Nazar.
Pria 37 tahun tersebut melanjutkan, untuk mencapai mimpi memimpin negeri tidak lah mudah karena membutuhkan dana operasional yang tinggi. Sayangnya, untuk mendapatkan dana tersebut, lanjut Nazar, dilakukan cara-cara yang salah, yakni dengan cara memberikan hadiah kepada para pejabat untuk mendapatkan proyek.
"Untuk mencapai itu (memimpin negeri) kan butuh logistik. Cara nyari logistiknya yang salah, bukan niatnya yang salah. Kesalahan itu memberi fee fee kepada pejabat untuk mendapatkan proyek, itu saja yang salah," ungkap Nazaruddi.
Nazaruddin ditetapkan sebagai tersangka gratifikasi PT Duta Graha Indah (DGI) dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). TPPU yang dimaksud adalah dalam pembelian saham perdana PT Garuda Indonesia pada 13 Februari 2012, lalu.
Saat membeli saham PT Garuda Indonesia, Nazaruddin diduga menggunakan duit dari hasil tindak pidana korupsi terkait pemenangan PT Duta Graha Indah sebagai pelaksana proyek wisma atlet SEA Games 2011.
Kasus ini terungkap dari pengakuan Yulianis, mantan Wakil Direktur Keuangan Permai Grup, saat bersaksi dalam persidangan Nazaruddin. Ia mengungkapkan, pada 2010 Permai Grup, perusahaan Nazaruddin, memborong saham milik PT Garuda Indonesia senilai total Rp 300,8 miliar pada 2010.
Pembelian saham itu, dilakukan oleh lima anak perusahaan Nazaruddin dibawah Permai Grup. Kelima perusahaan itu di antaranya PT Permai Raya Wisata, PT Exartech Technology Utama, PT Cakrawala Abadi, PT Darmakusumah, dan PT Pacific Putra Metropolitan.
Atas perbuatannya, Nazaruddin disangka melanggar Pasal 3 atau Pasal 4 junto Pasal 6 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.