REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politikus muda Golkar Ahmad Doli Kurnia menilai pemberlakuan iuran penyelenggaraan Musyawarah Nasional Luar Biasa kepada kandidat calon Ketua Umum Golkar membuka peluang keterlibatan "cukong" politik.
"Kalau dipaksakan ada iuran maka ada orang yang merasa mampu menjadi ketua umum tapi tidak punya duit, dia jadi harus cari ke mana-mana, bisa jadi ke 'cukong'," kata Doli saat menghadiri Rapat Pleno DPP Partai Golkar di Jakarta, Kamis (27/4).
Doli mengatakan manakala "cukong" tersebut tidak memiliki kepentingan partai, maka calon ketua umum bersangkutan bisa saja memikul utang politik atas kepentingan donaturnya. "Nanti akhirnya calon maju berdasarkan kepentingan 'cukong'," ujar Doli.
Doli menyatakan tidak setuju dengan pemberlakuan iuran bagi para kandidat calon Ketua Umum Golkar. Bagi Doli, berpolitik adalah panggilan hati dan pengabdian, sehingga tidak wajar jika berpolitik harus membayar sejumlah dana.
"Kalau semangatnya gotong-royong saya setuju apabila dilakukan penghimpunan dana, seperti yang sudah di mulai generasi muda Golkar dengan membuka kotak donasi," jelas Doli.
Sebelumnya Ketua Panitia Pengarah Musyawarah Nasional Luar Biasa Partai Golkar Nurdin Halid menyampaikan estimasi biaya penyelenggaraan Munaslub Partai Golkar 23-26 Mei 2016 di Bali, sebesar Rp 66,9 miliar. Nurdin bersama jajaran Panitia Pengarah pun menawarkan alternatif pembiayaan Munaslub di antaranya melalui iuran bakal calon ketua umum.
Dia menawarkan agar dari total estimasi pembiayaan Munaslub Rp 66,9 miliar, sebanyak Rp 49,97 miliar agar ditanggung para calon ketua umum. Dia memperkirakan jika ada sembilan calon Ketua Umum, maka masing-masing bisa membayar senilai Rp 5,553 miliar.
Sementara itu jika jumlah calon hanya enam maka dana ditanggung sebesar Rp 8,3 miliar per kandidat. Selanjutnya jika calon berjumlah lima orang, dana ditanggung menjadi Rp 9,9 miliar dan empat calon sebesar Rp 12,492 miliar.