REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IX DPR RI Rieke Diah Pitaloka menilai gerakan buruh harus menjadi gerakan politik guna membangun kesadaran pekerja dalam mempengaruhi kebijakan Pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah.
Rieke Diah Pitaloka mengatakan hal itu pada diskusi "Dialektika Demokrasi: Mayday dan Negara" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Kamis (28/4). Diskusi tersebut juga menghadirkan pembicara Peneliti Utama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) R Siti Zuhro dan Anggota Dewan Pengawas Badan Pelaksanan Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan Eko Darwanto.
"Gerakan buruh secara massal dan massif terbukti mampu mempengaruhi Pemerintah untuk mempercepat menyetujui UU BPJS maupun aturan lainnnya," kata Rieke.
Menurut dia, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) hendaknya berada di posisi terdepan dan menjadi contoh dalam memberikan gaji atau upah yang dapat memberikan kehidupan layak bagi pekerja.
Pemerintah, kata dia, tidak harus mendesak perusahaan swasta untuk menaikkan upah pekerja, tapi dapat memberikan contoh melalui BUMN. "Aksi buruh pada setiap perigatan hari buruh se-dunia, esensinya bukan untuk mendemo Pemerintah, tapi untuk mempengaruhi kebijakan Pemerintah," katanya.
Pada kesempatan tersebut, Rieke juga menunjukkan buku Bung Karno berjudul "Tujuh Bahan Bahan Pokok Indoktrinasi" melalui pola Pembangunan Semesta Berencana. Bangsa Indonesia, kata dia, harus dapat mengantisipasi investasi asing masuk ke Indonesia tapi yang bekerja adalah tenaga kerja asing.
"Kalau demikian, bangsa Indonesia akan menjadi pengangguran," kata kata politikus PDI Perjuangan ini.
Rieke menambahkan, pada peringatan Hari Buruh Sedunia atau Mayday pada 1 Mei 2016, menjadi langkah awal menuju gerakan buruh di era masyarakat ekonomi Asean (MEA), agar negara memberikan kebijakan tepat bagi kaum buruh. Apalagi, kata dia, pada era MEA ini buruh yang dibutuhkan adalah buruh trampil dan berpendidikan.