REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kunjungan kerja DPRD DKI Jakarta ke luar negeri, yakni Jepang, Cina, dan Korea Selatan dianggap merupakan langkah tak tetap untuk dilaksanakan dalam waktu sekarang.
"Kami mengecam kegiatan itu, karena belum tepat dan tidak pantas di tengah kondisi kepercayaan publik terhadap DPRD," ujar Direktur Komite Pemantau Legislatif (KOPEL) Indonesia Syamsudian Alimsyah saat dihubungi dari Jakarta, Jumat.
Di tengah kepercayaan publik pada DPRD DKI yang terus anjlok karena tersandra dugaan kasus suap dalam proyek reklamasi teluk Jakarta, lanjut dia, seharusnya lembaga legislasi daerah itu segera fokus untuk berbenah. Serta bahu membahu memperbaiki manajemen internal mereka termasuk merancang program-program yang lebih simpati kepada publik atau konstituennya.
Bila tidak demikian persepsi publik terhadap lembaga DPRD sebagai institusi terkorup akan terus terbangun. Pada akhirnya akan merusak iklim demokrasi karena menganggap DPRD sebagai beban. "Ingat konstitusi kita mengatur DPRD dibentuk dalam kerangka 'check and balances' untuk mengawasi jalannya pemerintahan agar pro rakyat dan tidak korup. Bukan sebaliknya eksekutif mengawasi DPRD," tutur Syamsuddin.
Kebiasaan kunjungan ke luar negeri juga, tambah Syamsuddin sesungguhnya adalah bentuk prilaku koruptif yang dilakukan pejabat masa kini. "Mereka begitu mudah menyusun program dan kegiatan yang menguntungkan dirinya meski berdampak pada pemborosan anggaran," ujarnya.
Baca juga, Kemendagri: Jatim Terbanyak Izin Kunjungan Luar Negeri.
Syamsuddin juga menyebut alasan DPRD keluar negeri karena sudah diagendakan tahun sebelumnya sebagai alasan yang dibuat-buat saja. Karena menurutnya sekarang ini justru terdapat puluhan program DPRD DKI Jakarta yang bersentuhan langsung dengan kepentingan publik, justru diabaikan.
"Seperti janji Pembuatan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaran Pendidikan dan Perda Kesehatan yang direncanakan dalam Prolegda tahun 2015 sampai sekarang tidak disentuh," ucap dia.