Jumat 29 Apr 2016 20:00 WIB

Etnis Tionghoa dari Belitung: Saya tak akan Memilih Ahok

Rep: C21/ Red: Ilham
Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama (Ahok) menjawab pertanyaan wartawan usai menjalani pemeriksaan oleh penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri di Jakarta, Kamis (25/2).
Foto: Antara/Reno Esnir
Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama (Ahok) menjawab pertanyaan wartawan usai menjalani pemeriksaan oleh penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri di Jakarta, Kamis (25/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu warga Bangka Belitung keturunan Tionghoa yang tinggal di Rusun Kapuk Muara, Andi (31 tahun) mengakui awalnya dia sangat menyukai Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Awalnya, dia bangga karena salah satu pimpinan berasal dari daerahnya.

"Namun kedepannya tidak akan memilih dia lagi, meskipun orang Belitung," kata dia, Jumat (29/4). Menurut Andi, memilih pemimpin harus melihat dari kepemimpinannya. Dia menilai penggusuran yang dilakukan Ahok selama ini membuat iba.

Andi munuturkan, misalkan ingin mengusir dia dan warga lainnya dari Rusun, harusnya sesuai prosedur. Kata dia, dirinya memiliki surat perjanjian (SP) untuk tinggal di rusun Kapuk Muara.

Misalkan ingin mengusir seharusnya Ahok datang secara langsung. Sehingga dialog dapat dilakukan dengan cara yang baik, bukan menggunakan aparat berwenang. "Datangi masyarakat di rusun secara langsung, karena mereka juga bingung ingin pindah kemana," terang dia.

Dia melihat di Youtube ada video "Seorang ibu menangis histeris saat sidak gabungan pemprov DKI Jakarta di rusunawa Muara Kapuk" seorang warga di rumah susun Muara Kapuk yang meronta akibat pengosongan secara paksa. Walau pun tidak memakai bahasa Indonesia secara baik, tapi mereka adalah orang Indonesia. "Warga keturunan di sini, rata-rata tidak bisa bicara Indonesia secara fasih," terang dia.

Dia juga menuturkan, logat Ahok kasar kalau di media, sehingga diharapkan dapat berubah. Untuk yang terancam terusir sebanyak seratus orang.

Andi mengaku bahwa dirinya yang tinggal selama empat tahun terancam pindah dari lantai dasar ke atas. Meskipun tidak terkena pengosongan, namun dirinya merasa iba dengan warga lainnya. Karena peraturan awal tidak ada yang mengatakan bahwa lantai dasar dilarang untuk dijadikan ruang untuk ditinggali. Namun saat ini peraturan baru tiba-tiba tidak memperbolehkan warga tinggal di lantai dasar.

Selain itu, dirinya memiliki surat perjanjian sampai tahun 2017. Jika dilakukan pengosongan sebelum tenggat waktu tentu warga berencana menggugat. Namun, dirinya tidak mengetahui dengan jelas akan melakukan dengan cara hukum seperti apa.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement