Ahad 01 May 2016 17:41 WIB

Peringatan May Day, Buruh Tuntut Kenaikan Upah

Rep: c36/ Red: Karta Raharja Ucu
Ilustrasi Buruh pabrik
Foto: Antara/Joko Sulistyo
Ilustrasi Buruh pabrik

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Buruh se-Indonesia menyuarakan pencabutan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 dalam peringatan hari buruh sedunia, Ahad (1/5). Keberadaan PP tersebut dianggap semakin mempersulit kondisi kehidupan buruh.

Ketua Asosiasi Pekerja Indonesia (Aspek), Mirah Sumirat, mengatakan ada sekitar lima tuntutan buruh dalam peringatan May Day. Kelimanya adalah menyerukan pencabutan PP Nomor 78 Tahun 2015, menuntut kenaikan upah sebanyak Rp 650 ribu pada 2017, menghapus sistem outsourcing di perusahaan swasta dan BUMN, menuntut pemerintah menegakkan aturan yang menjamin hak maternitas buruh perempuan dan memperbaiki sistem pelayanan BPJS.

"Kami merasakan adanya PP 78 semakin mempersulit kondisi kami.  Sebab, penentuan kenaikan upah dengan aturan tersebut hanya sekitar enam hingga tujuh persen saja. Pada kenyataannya inflasi tetap tinggi, harga barang tinggi," jelas Mirah kepada Republika.co.id di Jakarta, Ahad.

Kondisi ini, membuat upah buruh tidak mencukupi kebutuhan hidup mereka. Secara umum, lanjut Mirah, buruh merasa pemenuhan kebutuhan hidup lebih terbatas setelah adanya PP 78 Tahun 2015.

Ia mengakui dilema permintaan judicial review terhadap PP 78 yang sebelumnya telah diajukan ke Mahkamah Agung (MK). Pasalnya, di saat yang bersamaan ada usulan merevisi UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 yang diajukan oleh asosiasi pengusaha Indonesia (Apindo). Pengajuan itu terkait usulan penghapusan pesangon untuk buruh yang terkena PHK.

"Kami tetap memperjuangkan pencabutan PP 78 dengan meminta dukungan sejumlah pihak. Untuk permintaan kenaikan upah sebesar Rp 650.000 juga kami kawal mulai saat ini," kata Mirah.

Adapun hal penting lain yang melandasi tuntutan dicabutnya PP 78 adalah dihapuskannya perundingan antara serikat pekerja, perusahaan dengan pemerintah dalam menentukan upah minimum. PP 78 mengatur besaran kenaikan upah disesuaikan dengan inflasi serta pertumbuhan ekonomi.

Terpisah, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPI), Said Iqbal, pun menyatakan seruan pencabutan PP Nomor 78 Tahun 2015. Pihaknya juga mengangkat wacana tuntutan kenaikan upah minimum sebesar Rp 650 ribu.

"Selain tuntutan umum mengenai upah serta sistem pengupahan, kami serukan pemerintah memberikan perhatian terhadap penegakan regulasi terhadap hak-hak buruh perempuan," tegas Said saat dikonfirmasi Republika.co.id.

Puluhan ribu buruh dari Jakarta, Tangerang dan Bekasi melakukan orasi dan aksi damai dalam rangka May Day. Aksi yang berpusat di sekitar kawasan Monumen Nasional (Monas) dan Gelora Bung Karno (GBK) berlangsung sejak Ahad pagi.

Berdasarkan data yang dihimpun Republika.co.id dari Kementerian Ketenagakerjaan, hingga periode akhir pencatatan tenaga kerja pada 2015 lalu, ada 44.434.390 buruh di Indonesia. Dari jumlah tersebut, sebanyak 800.852 orang merupakan buruh perempuan tetap dan 4.473.438 orang berstatus sebagai buruh perempuan tidak tetap. Selain itu, ada 3.271.488 buruh laki-laki tetap dan 13.714.348 buruh laki-laki tidak tetap yang terpantau hingga 2015 lalu.

Dari seluruh buruh yang tercatat, baru ada 2.717 961 buruh yang mengikuti keanggotaan organisasi serikat pekerja di seluruh Indonesia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement