Senin 02 May 2016 03:25 WIB

Bertentangan dengan UU, Perda Retribusi Terancam Mandul

Rep: Lilis Handayani/ Red: M Akbar
Petugas menyegel videotron reklame sebuah iklan rokok terkenal karena belum membayar retribusi dan pajak tahun 2009-2010 sebesar Rp1,2 miliar, di Semarang, Jateng, Jumat (18/3).
Foto: Antara foto/R. Rekotomo
Petugas menyegel videotron reklame sebuah iklan rokok terkenal karena belum membayar retribusi dan pajak tahun 2009-2010 sebesar Rp1,2 miliar, di Semarang, Jateng, Jumat (18/3).

REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Keberadaan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Indramayu Nomor 4 Tahun 2012 tentang Retribusi Perizinan ke sejumlah industri migas di Kabupaten Indramayu, terancam mandul. Pasalnya, perda itu dinilai bertentangan dengan peraturan atau undang-undang yang lebih tinggi.

''Perda retribusi ijin gangguan akan menjadi mandul bahkan bernasib sama dengan perda pajak pengolahan migas (yang akhirnya dicabut),'' ujar Sekretaris Institute Transformasi Sosial (Intras), Edi Fauzi.

Perda retribusi ijin gangguan atau HO (Hinderordonnantie) di Kabupaten Indramayu itu dinilai bertentangan dengan UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi. Karenanya, tagihan retribusi HO dari Pemkab Indramayu ke sejumlah industri migas dipastikan akan menemui jalan buntu.

Seperti diketahui, DPRD Kabupaten Indramayu sedang menyoroti industri-industri migas di Kabupaten Indramayu yang menunggak retribusi ijin gangguan.

Anggota Komisi C DPRD Kabupaten Indramayu, Dalam menyebutkan, industri migas yang menunggak retribusi ijin gangguan itu di antaranya Pertamina RU VI Balongan, PLTU Sumuradem dan PT BMU yang bergerak di industri elpiji.

Angka tagihan retribusi ijin gangguan yang terbesar adalah Pertamina RU VI Balongan senilai kurang lebih Rp 25 miliar, PLTU Sumuradem sebesar Rp 5 miliar dan PT BMU sebesar Rp 800 juta.

''Retribusi ijin gangguan dihitung berdasarkan luas lahan yang digunakan untuk operasional usaha,'' terang Dalam.

Namun, Dalam mengakui, perda retribusi ijin gangguan diprediksinya akan menjadi mandul. Pasalnya, Pertamina RU VI kemungkinan tidak akan membayar retribusi ijin gangguan karena ada UU yang lebih tinggi.

''Jika (UU) itu yang menjadi landasannya, maka tagihan retribusi tidak akan masuk ke kas daerah,'' kata Dalam.

Selain masalah retribusi, Komisi C DPRD Kabupaten Indramayu juga menyoroti ijin gangguan yang sudah kadaluarsa dari industri migas. Seperti misalnya, Pertamina RU VI Balongan belum memperpanjang ijin gangguan (HO) terkait aktifitas industri migasnya yang telah kadaluarsa sejak 2004 lalu.

Terpisah, Head of Communication & Relations Refinery Unit VI Balongan PT Pertamina (Persero), Rustam Aji mengatakan, Pertamina RU VI Balongan masih melakukan kajian terkait tagihan tersebut.

''Kami sudah melaporkan hal ini kepada PT Pertamina (Persero),'' terang Rustam.

Keberadaan Pertamina RU VI Balongan selama ini memang sebagai bagian dari PT Pertamina (Persero) yang beroperasi secara nasional.

Dalam UU nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pasal 144 ayat (2), disebutkan bahwa "Tidak termasuk objek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tempat usaha/kegiatan yang telah ditentukan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah".

Seperti diketahui, pencabutan perda di Kabupaten Indramayu sebelumnya juga pernah terjadi. Yakni perda tentang pajak pengolahan migas (PPM), yang dicabut oleh DPRD Indramayu karena dianggap melangkahi aturan yang lebih tinggi.

 

Pencabutan Perda PPM Nomor 25 Tahun 2002 tersebut dinilai berseberangan dengan UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah.

Selain bertentangan dengan UU, pencabutan perda PPM tersebut juga  diduga karena tidak efektif. Pasalnya, tagihan PPM senilai Rp 300 miliar sejak perda itu bergulir belum sepeser pun dibayarkan oleh Pertamina RU VI Balongan selaku objek pajak.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement