REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Antikomunis menyayangkan simposium nasional bertema "Membedah Tragedi 1965 Pendekatan Kesejarahan" pada 18-19 April lalu yang diadakan pemerintah. Ketua DPP Gerakan Bela Negara, Mayjen (Purn) Budi Sujana menyebut, simposium nasional justru membuat PKI semakin menjadi di Indonesia.
Ia pesimistis jika simposium tersebut bakal menyelesaikan masalah soal peristiwa 1965. Menurutnya, siposium justru bakal menggali luka lama. "Begitu yang kita persoalkan. Kedua, nyatanya simposium itu akhirnya, katakanlah PKI itu makin menjadi," kata Budi usai beraudiensi dengan DPR RI di Kompleks Parlemen Jakarta, Senin (2/5).
Ia menyebut, simposium itu membuahkan hasil adanya permintaan rekonsiliasi, rehabilitasi, dan kompensasi. Selain itu, ia mengatakan, ada juga permintaan mencabut TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966 dan UU Nomor 27 Tahun 1999.
Budi mempertanyakan, adanya permintaan rekonsiliasi yang dihasilkan dari simposium nasional itu. Sebab, sudah tidak ada larangan terhadap hak-hak dari korban dan keluarga PKI. Selain itu, Budi juga mempertanyakan, permintaan rehabilitasi terhadap korban dan keluarga.
"Rehabilitasi apa? Mereka bisa jadi kepala daerah juga," ujarnya.
Ia menyebut, sebagai negara yang berlandaskan pada Pancasila, PKI bertentangan dengan ideologi kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. "Sehingga yang bertentangan dengan Pancasila, ya tetap dilarang, TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966 tetap berlaku, jangan dicabut," tuturnya.