Senin 02 May 2016 19:26 WIB

POPTI: Penderita Thalassemia Jabar Tertinggi di Indonesia

Rep: C32/ Red: Yudha Manggala P Putra
Thalassemia
Foto: belmarrahealth.com
Thalassemia

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Perhimpunan Orangtua Penderita Thalassemia Indonesia (POPTI) mengungkapkan jumlah penderita thalassemia di Jawa Barat tertinggi di Indonesia. Di antaranya banyak terdapat di Kota Bogor

"Di Kota Bogor tercatat 550 penderita thalassemia mulai usia 6 bulan hingga 41 tahun," kata Ketua POPTI Nasional Ruswandi, Senin (2/5).

Dia menyatakan, kurangnya informasi dan edukasi penyakit yang disebabkan faktor genetik orangtua membuat semakin banyak penderita thalassemia. Padahal, lanjut Ruswandi, jika diketahui lebih awal melalui tes screening, thalassemia pada anak bisa dicegah.

Dia menilai pemeriksaan thalassemia sebelum menikah menjadi sangat penting. "Pembawa sifat thalassemia menikah dengan pembawa sifat juga maka akan lahir anak dengan thalassemia mayor," tutur Ruswandi.

Sementara, thalassemia mayor tidak bisa disembuhkan karena belum ada obatnya. Ruswandi menegaskan, satu-satunya obat hanya dengan melakukan transfusi darah secara rutin setiap bulan untuk seumur hidupnya.

Biaya pun menjadi salah satu kendala agar masyarakat bisa melakukan tes screening. "Biayanya sekitar delapan juta rupiah yang masih belum tecover BPJS," kata Ruswandi.

Rencananya, Ruswandi Untuk akan mengajukan permohonan kepada Kementerian Kesehatan agar biaya tes screening bisa dicover BPJS Kesehatan. Dengan begitu, kata dia, setiap warga sebelum menikah bisa melakukan tes demi mencegahnya terjadinya thalassemia pada anak.

"Lebih baik melakukan pencegahan dibanding harus melakukan pengobatan yang jumlahnya lebih besar mencapai Rp 8 juta untuk satu anak,” tutur Ruswandi.

Dokter Umum Klinik Thalassemia Rumah Sakit Palang Merah Indonesia (PMI) Bogor Adhi Rommy Setiawan menuturkan, anak yang menderita thalassemia membutuhkan perhatian khusus baik secara sosial, ekonomi dan pengetahuan. Oleh sebab itu, kata Adhi, Informasi dan edukasi terus dilakukan RS PMI kepada masyarakat untuk meminimalisir adanya penderita yang meninggal akibat keterlambatan mengetahui penyakit tersebut.

Adhi menjelaskan, penyakit tersebut terlihat mulai dari usia bayi tiga bulan sampai 18 bulan mulai dari bayi kurang aktif, muka pucat, dan lemas. “12 sampai 14 orang meninggal akibat terlambat diobati,” tutur Adhi.

Wali Kota Bogor Bima Arya berjanji menempatakan kesehatan sebagai hal yang harus selalu menjadi perhatian bagi semua. “Peran POPTI bersama Pemkot harus masuk ke hulu di preventif dan represifnya mulai dari edukasi dan sosialisasi serta memastikan warga tidak mampu tetap terlayani,” jelas Bima.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement