REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah akan segera menerbitkan peraturan pemerintah (PP) untuk pemberikan insentif pajak penghasilan karyawan (PPH 21) final 2,5 persen. Kebijakan ini dikeluarkan bagi perusahaan yang memiliki pekerja lebih dari 5.000 karyawan.
Darmin mengatakan, insentif yang dikeluarkan pada paket Kebijakan VII ini awalnya memang akan diberikan kepada industri padat karya dengan karyawan minimal 5.000 orang. Namun setelah kebijakan ini dikeluarkan, justru ada perdebatan sehingga kebijakan tersebut harus diteliti kembali.
"Itu sebenarnya paket sudah keluar (Paket Kebijakan VII). Jadi tadinya ada perdebatan berlarut-larut sehingga tidak keluar-keluar PP-nya. Tapi tadi kemudian diputuskan sudahlah, kembali saja ke PPh 21, fasilitas untuk industri padat karya," ujar Darmin di kantornya, Jakarta, Selasa (3/5).
Menurut Darmin, kriteria perusahaan untuk mendapatkan potongan ini cukup dengan jumlah karyawan yang berada di angka 5.000 orang, contohnya seperti industri sepatu.
Pengamat Pajak dari UPH Roni Bako melihat pengurangan PPh 21 sektor padat karya dari lima persen ke 2,5 persen akan membuat daya beli masyarakat meningkat. Misalnya dari penghasilan Rp 1 juta yang kena PPh semula Rp 50 ribu tinggal Rp 25 ribu, selisihnya bisa dipakai untuk keperluan lain.
"Masalahnya apakah semua karyawan itu sudah termasuk Penghasilan Kena Pajak (PKP) belum, semua yang dipotong itu punya NPWP nggak, atau pemotongnya sudah terdaftar nggak?,” kata Roni.
Menurut Roni, jika penghasilan karyawan yang dipotong belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) akan sulit terekam di pemerintah. Untuk itu harus ada klausul yang mewajibkan penerima insentif bisa memiliki NPWP, dan sebaiknya diwajibkan menyerahkan surat pemberitahuan (SPT).