REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah berencana untuk memberikan insentif bagi perusahaan padat karya yang mempunyai lebih dari 5.000 karyawan. Insentif ini berupa pemotongan pajak karyawan yang nantinya akan berujung pada pajak penghasilan (PPh) final sebesar 2,5 persen.
Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Mardiasmo mengatakan, pemerintah melalui Kementerian Koordinator (Kemenko) Perekonomian sedang melakukan konsolidasi mengenai insentif PPh 21 bagi karyawan perusahaan padat karya. Sejauh ini sudah ada kesepakatan agar pajak karyawan yang bernaung di perusahaan padat karya hanya akan membayar pajak 2,5 persen saja.
"Ini di PPh finalnya. Kita sedang proses dulu (insentif) ini," ujar Mardiasmo di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Selasa (3/5).
Menurut Mardiasmo, awalnya pemerintah bakal memberikan insentif ini kepada perusahaan atau karyawannya. Namun dengan berbagai pertimbangan, maka pemerintah memutuskan agar insentif ini lebih baik diberikan langsung kepada karyawan. "Tapi nanti perusahaan juga bebannya berkurang. Karena PPh 21 ini ada yang ditanggung oleh karyawan ada juga yang ditanggung oleh perusahaanya," kata Mardiasmo.
Dengan pemotongan pajak langsung dari karyawan, pemerintah berharap para pekerja bisa lebih banyak mendapatkan uang yang bisa berpengaruh pada daya beli masyarakat.
Untuk insentif ini, Mardiasmo menyebut Kemenko Perekonomian akan segera mengajukan rancangan peraturan pamerintah (RPP). Saai ini, sesuai dengan Pasal 17 ayat 1 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, tarif pajak PPh perhitungannya dengan menggunakan tarif progresif. Tarif PPh untuk penghasilan sampai dengan Rp 50 juta per tahun sebesar lima persen, sedangkan untuk penghasilan Rp 50 juta – Rp 250 juta per tahun sebesar 15 persen.
Tarif PPh untuk penghasilan Rp 250 juta–Rp 500 juta sebesar 25 persen. Sementara itu, tarif PPh untuk penghasilan di atas Rp 500 juta sebesar 30 persen. Adapun batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) saat ini sebesar Rp 36 juta per tahun.
Usulan kenaikan PTKP untuk Wajib Pajak yang semula Rp 36 juta berubah menjadi Rp 54 juta per tahun disetujui DPR, dan akan berlaku mulai Juni 2016 mendatang, dengan perhitungan berlaku surut mulai dari Januari 2016.