Kamis 05 May 2016 00:39 WIB

Konflik Orangutan-Manusia di Kaltim Cukup Tinggi

Red: Ilham
Bayi orang utan bermain di dalam rumah perawatan (nursery) di Yayasan Penyelamatan Orangutan Borneo (BOSF) di Arboretum Nyaru Menteng, Kalimantan Tengah, Senin (5/10).   (Antara/Rosa Panggabean)
Bayi orang utan bermain di dalam rumah perawatan (nursery) di Yayasan Penyelamatan Orangutan Borneo (BOSF) di Arboretum Nyaru Menteng, Kalimantan Tengah, Senin (5/10). (Antara/Rosa Panggabean)

REPUBLIKA.CO.ID, SAMARINDA -- Organisasi nasional yang peduli terhadap keberadaan satwa endemik orangutan, Centre for Orangutan Protection (COP) menyatakan, konflik orangutan dengan manusia di Provinsi Kalimantan Timur masih cukup tinggi.

"Berbeda dengan di Sumatera yang sudah mulai baik, di Provinsi Kaltim, konflik orangutan dengan manusia masih cukup tinggi," kata Direktur COP, Ramadhani di Samarinda, Rabu (4/5).

Konflik orangutan dengan manusia kembali terungkap setelah ditemukannya kembali primata cerdas itu dalam kondisi terluka parah dengan luka jerat pada bagian kaki kiri dan luka tembak di telinga. Orangutan terluka itu, kata Ramadhani, pertama kali ditemukan oleh Balai Taman Nasional Kutai berdasarkan informasi masyarakat di Desa Kandilo, Kecamatan Teluk Pandan, Kabupaten Kutai Timur, pada Selasa (3/5) sekitar pukul 15. 00 Wita.

Setelah dicek, orangutan terluka itu mengalami luka yang cukup serius. Bahkan mata sebelah kanannya tidak dapat difungsikan lagi. Lebih ironis lagi, orangutan jantan yang diperkirakan berusia diatas 20 tahun tersebut hanya memiliki bobot 30 kilogram.

 

"Lebih parah lagi, ditemukan satu peluru bersarang di bagian bawah telinga orangutan tersebut. Kemungkinan, masih ada luka tembak di bagian tubuh lainnya, namun yang ditemukan bersarang hanya pada bagian telinga. Ini menunjukkan bahwa orangutan terluka tersebut merupakan korban konflik dengan manusia," kata Ramadhani.

Konflik orangutan dengan manusia disebabkan akibat perburuan. Terbanyak akibat orangutan masuk ke kawasan pemukiman masyarakat akibat habitanya semakin berkurang.

"Konflik tertinggi akibat orangutan mulai masuk ke kawasan pemukiman penduduk. Saya yakin, tidak ada niat untuk secara sengaja memburu dan membunuh orangutan tetapi karena dianggap sudah mengganggu sehingga masyarakat terpaksa melakukan perburuan dan pembunuhan satwa yang dilindungi itu," katanya.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement