REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual diperlukan untuk memberikan hukuman berat kepada para pelaku kekerasan seksual. RUU ini diharapkan dapat masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2016.
Hal tersebut disampaikan oleh Sekjen Kaukus Perempuan Parlemen Republik Indonesia (KPP-RI), Irma Suryani. Ia menyampaikan hal tersebut menyusul musibah yang menimpa Yuyun, siswi sebuah sekolah menengah pertama (SMP) di Rejang Lebong, Bengkulu, yang menjadi korban pemerkosaan dan pembunuhan.
''Baleg (Badan Legislasi) perlu mempertimbangkan masuknya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual sebagai payung hukum untuk memperberat hukuman bagi predator seksual alias pelaku kekerasan seksual terhadap anak-anak,'' kata Irma di Jakarta, Kamis (05/05).
Mengacu data Komnas Perempuan, kata Iran, tercatat setiap 2 jam sekali terdapat 3 perempuan Indonesia yang mengalami kekerasan seksual. Lalu 15 di antaranya ditemukan adanya bentuk kekerasan seksual, sementara hanya 3 di antaranya yang secara definitif diatur dalam peraturan perundang-undangan, dengan uraian delik dan unsur yang masih terbatas.
''Setiap perempuan dari segala umur rentan menjadi korban kekerasan seksual. Tak hanya perempuan mulai umur balita, nenek berumur 75 tahun, bahkan anak laki-laki jalanan kerap menjadi incaran pelaku kejahatan seksual,'' katanya.
Ia meminta sudah saatnya Indonesia mempunyai aturan yang keras dan tegas kepada para pelaku kejahatan semacam ini. ''Pelakunya juga harus diwaspadai bahkan di tempat yang seharusnya paling aman bagi anak-anak,'' kata Wakil Ketua Fraksi NasDem itu.