REPUBLIKA.CO.ID,SIMALUNGUN -- Matinya seribuan ton ikan yang dibudidayakan petani Keramba Jaring Apung (KJA) di perairan Danau Toba di wilayah kecamatan Haranggaol, Simalungun, Sumut mengganggu perekonomian petani terdampak. Berbagai kebutuhan hidup sekitar 200 petani ikan di kecamatan tersebut terganggu.
Koordinator Kelompok Perikanan Haranggaol, Hasudungan Siallagan mengatakan, salah satu yang terdampak matinya ikan tersebut adalah pendidikan anak-anak di sana.
"Orang tua di sini sudah mulai meneteskan air mata kalau ingat anaknya. Apalagi kejadian ini bertepatan dengan tahun ajaran baru," kata Hasudungan, di Simalungun, Kamis (5/5).
Matinya seribuan ikan ini membuat para petani mengalami kerugian hingga puluhan miliar rupiah. Angka ini dengan asumsi seribu ton ikan di keramba yang mati. Hasudungan menyebut, saat ini, harga jual ikan Rp 23.500 per kilogram.
Ia pun mengatakan, tak sedikit petani yang hanya menggantungkan nasibnya kepada hasil keramba untuk menghidupi keluarganya. Kekhawatiran para petani yang terbesar, yakni bagaimana membayar cicilan modal usaha mereka ke bank.
"Akibat peristiwa ini, masyarakat sekitar terancam tak bisa membayar kredit modal mereka ke bank," ujarnya.
Menurut Sudung, sejumlah unsur pemerintahan telah turun ke lokasi untuk melihat keadaan dan mengambil sampel untuk diteliti. Namun, sejauh ini, belum ada bantuan yang diberikan kepada para petani yang terdampak.
"Kami masih mengharapkan bantuan karena kejadian ini menyedihkan. Banyak petani yang masih mulai, baru berjalan tapi karena mati massal, modal langsung nol," kata Hasudungan.
Hingga saat ini, masyarakat sekitar masih melakukan pengangkatan ikan mati secara bergotong royong. Sebelumnya, seribuan ton ikan yang dibudidayakan petani Keramba Jaring Apung (KJA) di perairan Danau Toba, tepatnya di wilayah kecamatan Haranggaol, Simalungun, Sumut mati mendadak. Kematian ikan secara massal mulai terjadi sejak Senin, (2/5) lalu. Kejadian ini disebut dikarenakan kurangnya kadar oksigen di dalam air akibat cuaca.