Ahad 08 May 2016 20:08 WIB

Aktivis Anak Minta Pemerkosa Anak tak Dihukum Mati

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Indira Rezkisari
Aksi protes menentang pemerkosaan terhadap wanita dan anak kecil. (ilustrasi)
Foto: EPA/Narendra Shrestha
Aksi protes menentang pemerkosaan terhadap wanita dan anak kecil. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Aktivis Anak dari Rumah Kajian dan Advokasi (Raya) Indonesia, Hery Chariansyah mengatakan, terdapat dua perspektif sama antara korban dan pelaku pada kasus pemerkosaan dan pembunuhan di Bengkulu. Menurut dia, tidak hanya korban yang berstatus anak tapi sebagian pelaku juga.

“Perlu diingat bahwa baik korban maupun sebagian pelaku sama-sama masih di usia anak,” kata Hery saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (8/5). Hal ini berarti pelaku anak ini berada dalam konteks yang harus ‘dilindungi’ juga sesuai aturan yang berlaku di Indonesia.

Hery mengatakan, pada dasarnya masyarakat Indonesia jelas patut bersimpati dan sedih atas kasus yang menimpa YY. Namun di lain sisi juga harus dilihat bahwasanya sebagian pelaku merupakan anak. Dengan kata lain, tidak dibenarkan menuntut mereka dengan hukuman kebiri apalagi mati atau penjara seumur hidup.

Menurut Hery, pelaku yang masih di usia anak harus ditindak secara khusus sesuai dengan aturan perlindungan anak yang berlaku. Tindakan hukum yang diberikan harus sesuai dengan ketetapan yang berlaku. Bahkan, mereka wajib mendapatkan pembinaan secara mendalam, baik dari sisi psikologis maupun spiritualitasnya.

Hery menegaskan, tidak ada kejahatan yang tunggal dilakukan anak. Kondisi lingkungan jelas menjadi salah pemicunya. “Mereka melakukannya karena minuman keras dan inilah yang perlu diselidiki. Bagaimana bisa mereka mendapatkan minuman keras? Siapa yang memberikan? Kok dibiarkan?” ujar Heriy. Apalagi, dia melanjutkan, anak-anak jelas tidak diperkenankan membeli minuman keras sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Atas kondisi tersebut, Hery menegaskan, masyarakat juga perlu ikut bertanggungjawab. Hal ini karena pada dasarnya, lingkungan baik masyarakat maupun keluarga harus tahu tentang perlindungan anak sebenarnya. “Pemerintah sebenarnya gagal dalam melindungi anak. Ini karena pada hakikatnya perlindungan anak itu harus disipakan dari ranah masyarakat. Kita contohkan seperti anak merokok, itu sebenarnya jelas dilarang. Namun di masyarakat fenomena ini dianggap wajar dan kesadaran masyarakat untuk melindungi anak itu tadi yang jadi masalah,” kata Hery.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement