REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terkait rekomendasi pembubaran Indonesia Palm Oil Pledge (IPOP) akibat dugaan kartel oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Kementerian Pertanian tengah menyusun langkah. Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menilai selama ini ada kampanye hitam atas minyak sawit Indonesia.
Indonesia, kata Amran, sudah memiliki standar Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO). Bersama Malaysia, Indonesia juga bersinergi membentuk Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO).
Kementan juga sudah melakukan komunikasi dengan Kementerian Pertanian Jerman, Kementerian Pertanian Denmark, dan Organisasi Pertanian Rusia untuk mempromosikan minyak sawit. ''Karena selama ini ada kampanye hitam CPO Indonesia,'' kata Amran di Kantor Kementan, Jakarta, Senin (9/5).
Soal koordinasi dengan Kementerian Koordinator Perekonomian serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan atas rekomendasi pembubaran IPOP, Amran mengatakan pihaknya selalu berkoordinasi dengan Kemenko Perekonomian dan KLHK. ''Tunggu langkah selajutnya,'' kata Amran.
KPPU melakukan penyelidikan atas enam perusahaan sawit anggota Indonesian Palm Oil Pledge (IPOP) yang diduga melakukan praktik kartel dan terancam hukuman denda hingga Rp 125 miliar tiap perusahaan. Keenam perusahaan tersebut yakni Wilmar Indonesia, Cargill Indonesia, Musim Mas, Golden Agri Resources, Asian Agri, dan Astra Agro Lestari.
KPPU telah melayangkan surat saran kepada Presiden Joko Widodo dan kementerian terkait yang terdiri atas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Kementerian Pertanian (Kementan), dan Kementerian Koordinator Perekonomian untuk membubarkan implementasi IPOP di Indonesia. Sebab, IPOP diduga menjadi sarana kartel bagi keenam perusahaan yang tergabung di dalamnya.
Terdapat perbedaan antara kesepakatan IPOP dengan ISPO pada penetapan standar kriteria lingkungan yang baik untuk perkebunan sawit. ISPO menggunakan standar kriteria High Conservation Value Forest (HCVF), sementara para anggota IPOP sepakat untuk menambahkan kriteria High Carbon Stock (HCS). KPPU menilai ini membuka potensi hambatan masuk pasar bagi mitra anggota IPOP yang telah sesuai dengan kebijakan Pemerintah, namun tidak memenuhi standar kriteria HCS.