REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Komite Kredit Usaha Rakyat (KUR) telah mengantisipasi kemungkinan dana Kredit Usaha Rakyat (KUR) digunakan untuk membayar cicilan kredit ke Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Cara antisipasi itu adalah dengan linkage BPR dengan bank penyalur KUR.
Sebelumnya, Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat (Perbarindo) Sumatera Utara mengungkapkan jika ada nasabah BPR di Medan yang menggunakan dana KUR untuk membayar cicilan ke BPR. Menurut Sekretaris Tim Teknis Komite KUR Kementerian Koordinator (Kemenko) Perekonomian Eny Widiyanti, pihaknya sudah melihat adanya kecenderungan perilaku seperti itu.
"Kalau itu sudah kita lihat kecenderungannya seperti itu, karena masyarakat perilakunya memilih yang paling menguntungkan untuk dia," kata Eny Widiyanti pada Republika.co.id, Senin (9/5).
Eny menjelaskan, hal itu sudah bisa diprediksi karena ketika masyarakat memiliki pinjaman di BPR dengan bunga yang sangat tinggi, misalkan 25 persen, debitur tersebut akan tertarik untuk ikut KUR yang bunganya jauh lebih rendah yaitu sembilan persen. Perhitungan mereka, dana KUR tersebut nantinya akan dipakai sebagian untuk membayar BPR.
"Minimal perhitungan dia, akan lebih ringan menyicil dengan KUR yang baru dengan bunga sembilan persen daripada meneruskan dengan bunga BPR yang sangat tinggi itu," jelas Eny.
Untuk itu, Eny menegaskan jika bank penyalur KUR harus lebih bertanggung jawab dalam melakukan penilaian kelayakan usaha bagi calon debitur KUR. Karena jika banyak kasus seperti ini, akan berujung ke kredit macet.
Kendati begitu, jika banyak kasus seperti ini, harus diinvestigasi lebih lanjut, apakah bank tersebut sudah melakukan assessment secara benar. Dia mengatakan perlu diketahui kemungkinan pihak bank tahu jika calon debitur memiliki pinjaman yang besar di BPR dan akan menggunakan uang tersebut untuk bayar cicilan ke BPR.
"Dari komite KUR tidak mengatur sejauh itu, tidak mengatur pemantauannya seperti apa. Yang pasti dana KUR ini kan untuk pengembangan usaha. Dipersilakan ke bank. Selama bayarnya lancar ya tidak apa," kata Eny.
Dengan adanya kecenderungan perilaku ini, kata Eny, dikhawatirkan akan membuat debitur BPR berperilaku top up kemudian pindah ke bank penyalur KUR. Sehingga, cara agar BPR tidak kehilangan nasabah adalah dengan linkage dengan bank penyalur KUR. Saat ini BPR melalui Perbarindo sudah melakukan linkage dengan Bank Negara Indonesia (BNI).
Berdasarkan laporan terakhir 29 april 2016 lalu, kata Eny, dari sebanyak 1.640 BPR seluruh Indonesia, baru sebanyak 328 BPR yang sudah disetujui untuk linkage oleh BNI. Dari sejumlah tersebut, sebanyak 20 BPR hampir mendekati proses final dan enam BPR yang sudah mendapat persetujuan menyalurkan KUR.
"Jadi yang sekarang ini kita giatkan dalam rangka itu. Jadi BPR ini menjadi linkage itu, jadi supaya tidak menjadi top up. Supaya mengalihkan saja ke KUR," katanya.