REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Dan Lepard membagi pengalaman unik sebagai koki pribadi bagi orang-orang kaya di berbagai negara. Ia biasa menjelajahi New York setiap pagi hanya untuk merebus telur bagi sarapan orang kaya dengan bayaran mencapai 200 dolar (sekitar Rp 2 juta).
Kliennya memang kaum miliuner di kota itu. Bagi kaum kaya ini, kata Lepard, uang tidak menjadi masalah. "Mereka juga tidak selalu merasa nyaman berada di restoran. Mereka ingin mengatur lingkungannya sendiri," ujar Lepard.
Dia kini menikmati karirnya sebagai koki dan bintang TV. Namun sebelumnya Lepard menjalani profesi sebagai chef pribadi bagi orang kaya, termasuk artis David Hockney.
Dalam profesinya itu, Lepard biasa terlibat menyiapkan menu bagi pesta pantai bintang Hollywood. Di kesempatan lainnya, dia bertanggung jawab menyiapkan segelas jus atau sepotong roti bakar.
"(Dengan menjadi chef pribadi) anda menjadi bagian dari keluarga mereka, menyiapkan sarapan, makan siang dan makan malam. Mereka mau anda berada di sana. Mereka memperlakukanmu sebagai anggota keluarga yang digaji," tuturnya
Koki Dan Lepard
Situasi demikian, katanya, bisa membuat dia merasa asing. "Sebagai chef anda sudah menjadi bagian dari keluarga mereka. Namun bagaimana pun itu kehidupan mereka, bukan kehidupan anda," katanya.
Ada kalanya Lepard merenung, meskipun begitu akrab dan dekat dengan keluarga kliennya, namun dia kadang bingung dengan kehidupannya sendiri. Lepard menjalani profesi sebagai koki pribadi kaum berada sejak 1990-an setelah meninggalkan pekerjaannya di sebuah restoran di London.
Bagi Lepard, ada perbedaan antara koki pribadi dengan koki yang bekerja di restoran. "Ibaratnya yang satu bodyguard dan satunya lagi tentara. Yang pertama bekerja untuk satu orang sedang yang terakhir bekerja sebagai pasukan," katanya.
Selain itu, tentara juga memandang remeh para bodyguard dan sebaliknya," ujar Lepard.
Para koki di restoran, kata Lepard, biasanya menganggap koki pribadi sebagai cara mudah menjalani profesi sebagai koki. "Chef pribadi dianggap bisa seenaknya saja dan mendapat gaji tinggi. Padahal tidak demikian. Klien tidak tertarik dengan ego atau opini seorang koki, terutama mengenai bagaimana orang berada itu menjalani kehidupan mereka," katanya .
Misalnya jika ke restoran, mungkin bisa menikmati suatu menu namun cukup sekali sebulan. "Sebagai chef pribadi, anda harus masak makanan yang bisa mereka makan setiap harinya," ujar Lepard.
Namun bagi Lepard, bayaran Rp 2 juta untuk merebus telur itulah yang justru mendorong dia meninggalkan profesinya sebagai chef pribadi. "Saya merasa ini bukan saya. Saya hanya ingin kembali ke dapur dan memasak," katanya.