Selasa 10 May 2016 21:12 WIB

Komnas PA: Pembahasan Sanksi Kebiri Harus Terus Didorong

Rep: c36/ Red: Andi Nur Aminah
Arist Merdeka Sirait
Foto: Antara/Ujang Zaelani
Arist Merdeka Sirait

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Arist Merdeka Sirait, mengatakan pembahasan sanksi kebiri bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak perlu terus didorong. Pemerintah daerah juga perlu memprioritaskan program perlindungan terhadap anak-anak.

"Kami mengapresiasi pernyataan Presiden Jokowi tentang status darurat kejahatan seksual kepada anak-anak di Indonesia. Namun, komitmen pemerintah terkait sanksi dan sanksi pemberatan bagi pelaku pemerkosaan perlu didorong," ungkap Arist kepada Republika.co.id Selasa (10/5).

Sanksi yang dimaksud pihaknya terkait dengan hukuman kebiri bagi pelaku kekerasan seksual yang telah berusia dewasa. Penerapan sanksi tersebut, lanjut dia, perlu dilakukan sesuai dengan keputusan pengadilan. 

Karena itu, peraturan mengenai sanksi kebiri yang kini telah dibahas oleh beberapa kementerian semestinya segera ditetapkan. "Sanksi berat berupa hukuman penjara, sementara sanksi kebiri merupakan bentuk sanksi pemberatan. Kebiri yang disarankan berupa suntik kebiri," jelas Arist. 

Selain sanksi pemberatan, pihaknya juga menyarankan adanya komitmen pemerintah daerah di tingkat kabupaten, kota dan desa untuk melaksanakan program perlindungan anak. Program dapat berwujud pembentukan tim reaksi cepat penanggulangan kekerasan kepada anak. 

Menurut Arist, sejumlah daerah saat ini telah memiliki komitmen membentuk tim reaksi cepat. Beberapa daerah yang sudah memiliki tim reaksi cepat yakni NTT, Bali dan Sumatra Utara. 

"Belum semua daerah menjadikan perlindungan anak sebagai program utama. Kami harap dengan status darurat kekerasan seksual kepada anak ini, pemerintan di daerah segera membangun kesadaran pentingnya prioritas perlindungan kepada anak-anak," tambah Arist. 

(Baca Juga: Bimbim Setuju 14 Pemerkosa YY Dihukum Kebiri)

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement