Rabu 11 May 2016 06:22 WIB

Dewan Pakar ICMI Pertanyaan Sikap Luhut Soal PKI

Rep: C62/ Red: Achmad Syalaby
Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan memberikan pemaparan diskusi Pencegahan Bahaya Radikalisme, Terorisme dan Narkoba Melalui Penguatan Ketahanan Ekonomi di Sasana Budaya Ganesha Bandung, Jawa Barat, Jumat (18/3).
Foto: Antara/Agus Bebeng
Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan memberikan pemaparan diskusi Pencegahan Bahaya Radikalisme, Terorisme dan Narkoba Melalui Penguatan Ketahanan Ekonomi di Sasana Budaya Ganesha Bandung, Jawa Barat, Jumat (18/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pernyataan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan yang terkesan membela oknum penjual kaus lambang Partai Komunis Indonesia (PKI) Disayangkan. Dewan Pakar Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Pusat Anton Tabah Digdoyo pun mempertanyakan sikap Luhut yang notabene merupakan mantan prajurit TNI.

Sebagai seorang purnawirawan, kata Anton, Luhut seharusnya mengetahui persis sepak terjang PKI yang dogma dasarnya atheis dan memaksakan kehendak dengan  bengis. "Pemberontakan PKI 48 membuat ribuan santri, kiai dan ulama yang disembelih. PKI kalah dan diampuni. Pemberontakan PKI 65, jendral-jendral dibunuh juga dengan bengis. PKI kalah lagi. Ini bangsa Indonesia tanpa ampun,"kata Anton kepada Republika.co.id, Rabu, (11/5).

(Baca: Luhut Minta Aparat Jangan Berlebihan Tindak Penjual Kaus Palu Arit).

Pensiunan jenderal yang juga Wakil Ketua Komisi Hukum MUI Pusat itu mengatakan, pelaku peristiwa G30S adalah PKI. Namun, pemerintah selalu memberikan ampunan padahal PKI telah membrontak pada tahun 1948. Oleh karena itu semua pihak harus melihatnya secara luas dengan prolog dan epilognya terkait keberadaan PKI yang selalu berlaku bengis dan beringat untuk mewujudkan cita-citanya. 

"Ketetapan negara sudah jelas dan tegas. Tap MPRS XXV/1966 dengan fakta bukti saksi yang terang benderang," paparnya. 

Lebih dari itu kata Ketua Badan Koordinasi Penanggulangan Penodaan Agama ini menyampaikan, fakta dan sejarah sudah jelas terkait pemberontakan PKI yang selalu gagal. Namun dalam pernyataan Luhut yang terkesan memberi ruang terhadap geliat PKI. Pemerintah sepertinya ragu terhadap PKI karena saat ini ada wacana pemerintah akan meminta maaf kepada PKI dan keluarganya. 

Jika keadaan itu dibiarkan menurut Anton Tabah, negara bisa hancur jika setiap ganti penguasa berubah kebijakan. Padahal isu PKI adalah hal yang sangat sensitif dan tidak bisa dimaafkan."Jika tiap menghadapi masalah bilang negara ada di tengah bagaimana dengan tuntutan masyarakat agar naskah Pancasila kembali ke naskah asli Piagam Jakarta. Kenapa negara bisa mengatakan Pancasila sudah final. Tapi terhadap PKI tidak bisa,” jelas dia. 

Untuk mencegah PKI tidak lagi bangkit di Inonesia, Anton Tabah menyarankan Luhut yang dekat dengan Presiden Jokowi untuk memberikan saran dan masukan yang benar dan terbaik tentang PKI. Dia menilai, Jokowi mungkin saja kurang mengerti tentanng sepak terjang PKI yan telah dua kali melakukan pemberontakan. 

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement