REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Sejumlah perajin tahu di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, meminta petani dan pemerintah meningkatkan mutu kedelai lokal agar setara dengan kedelai impor. Mereka, Rabu (11/5) lalu, menyebut sebagian besar perajin masih menggunakan kedelai impor sebagai bahan baku tahu meski harganya lebih mahal.
Sugiarti, perajin tahu di Ungaran Barat, mengatakan, selain penampakannya lebih cerah, kedelai impor juga bisa tahan sampai tiga hari ketika sudah menjadi tahu. "Kalau tahu dari kedelai lokal hanya bisa bertahan sehari, jadi itu merugikan saya," katanya.
Menurut dia, rasa tahu dari kedelai impor juga tidak begitu pahit kendati harganya lebih mahal. Banyak perajin memakai kedelai impor. "Harga kedelai impor lebih mahal, mencapai Rp 6.500 per kilogram, sedangkan kedelai lokal Rp 6.000 per kilogram," katanya.
Sugiarti mengaku, setiap hari membutuhkan enam kuintal kedelai untuk memproduksi sekitar 1.000 tahu dari berbagai ukuran yang dipasarkan ke Pasar Ungaran dan Pasar Tlogosari Kota Semarang. Dia mengatakan, keuntungan yang diraih setiap bulan sekitar Rp 4 juta. Untuk menambah laba, ampas tahu yang dihasilkan diolah menjadi gembus.
Hal senada juga disampaikan Ahmad Jamal, pemilik usaha pembuatan tahu generasi ketiga di Ungaran Timur, Kabupaten Semarang. Ia berharap mutu kedelai lokal naik.
"Kualitas kedelai impor lebih bagus dan tahan lama. Sebenarnya saya mau pakai kedelai lokal, namun stoknya sering kosong di pasar," katanya.