REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) telah selesai menggelar sidang etik terhadap dua anggota Densus 88 terkait kasus kematian terduga teroris Siyono. Dua anggota Densus tersebut akhirnya diberhentikan dari anggota Densus 88.
Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak sudah menduga putusan tersebut sejak awal. Dahnil juga menilai, anggota Densus 88 yang diminta untuk meminta maaf kepada keluarga Siyono hanya sebuah formalitas.
"Di sidang etik cenderung melindungi polisi sendiri. Secara institusional mereka tidak mau disalahkan," kata Dahnil, saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (11/5).
Padahal, kasus ini berkaitan dengan hilangnya nyawa manusia. Dengan putusan sidang etik tersebut, kata Dahnil, Muhammadiyah akan melakukan beberapa langkah hukum.
Menurut Dahnil, dalam beberapa hari kedepan pengacara dan keluarga Siyono akan melaporkan dua anggota Densus tersebut ke Polres Klaten. Mereka akan melakukan pelaporan pidana terhadap keduanya.
Keluarga ingin menguji komitmen kepolisian dalam menangani pelaporan pidana. Di samping itu, pihaknya juga akan mengusut asal uang Rp 100 juta yang diberikan oleh Kadensus 88.
"Kita akan melapor ke KPK, minta KPK mengusut asal usul uang ini. Karena ada indikasi grativikasi," kata Dahnil.
Kemudian, lanjutnya, bersama beberapa tokoh berencana melaporkan kasus Siyono ke Mahkamah Internasional. Terutama terkait dugaan pelanggaran HAM.
Seperti diketahui, kematian Siyono mengundang tanda tanya publik. Kematian Siyono dinilai tidak wajar yang hanya disebabkan perkelahian dengan anggota Densus di dalam mobil.
Kepolisian akhirnya mengakui bahwa terjadi kesalahan prosedur dalam kematian Siyono yang dilakukan anggota Densus 88. Karena saat di dalam mobil Siyono tidak diborgol.