REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Negara harus ikut bertanggung jawab terhadap pemenuhan hak korban kekerasan seksual terhadap perempuan. Komisioner Komisi Nasional Perempuan Adriana Veny mengatakan, pemerintah harus menyiapkan konsep pemulihan korban kejahatan dan kekerasan seksual.
"Kebutuhan korban harus benar-benar dilihat," katanya saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (11/5).
Adriana mencontohkan, bila korban mengalami trauma, maka negara harus memberikan terapi penyembuhan trauma. Jika korban sebelumnya bergantung secara ekonomi dengan pelaku, maka negara harus memberikan pemberdayaan ekonomi terhadap korban.
"Jadi itu sangat luas pemulihan artinya," tambah Adriana.
Adriana menambahkan, jika korban meminta ganti rugi seperti retribusi, maka pemerintah juga harus menyediakan undang-undang untuk retribusi. Adriana mengatakan pemulihan korban sudah masuk dalam usulan Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual yang diusulkan oleh Komnas Perempuan.
Dalam siaran pers yang dikeluarkan oleh Sekretariat Kabinet, Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Puan Maharani menegaskan, bahwa teknis pemberatan hukuman bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak, termasuk kemungkinan ancaman hukuman mati akan diurus oleh Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).
Mengenai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, menurut Menko PMK, akan diterbitkan secepatnya. “Hari ini sudah menjadi keputusan dari Presiden bahwa ini merupakan kejahatan luar biasa, tentu saja harus dilakukan satu hal yang luar biasa juga untuk mengantisipasi, untuk mencegah dan kemudian untuk memberikan efek jera kepada pelaku-pelaku,” kata Puan kepada wartawan usai Rapat Terbatas, di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (11/5) sore.