Kamis 12 May 2016 08:26 WIB

Ini Penyebab Macet di Jakarta Versi Uber

Rep: Dyah Ratna Meta Novia/ Red: Winda Destiana Putri
Kemacetan Jakarta
Foto: Republika/Wihdan
Kemacetan Jakarta

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- President Director PT Uber Teknologi Indonesia and Regional General Manager Uber, Asia Pacific, Australia and New Zealand, Mike Brown mengatakan, ancaman parahnya kemacetan lalu lintas jalan sudah di depan mata warga dunia, termasuk Indonesia.

"Saat ini saja kemacetan lalu lintas jalan sudah menjadi santapan sehari-hari para pengguna jalan di Jakarta. Kemacetan terjadi karena komposisi jalan dan jumlah kendaraan bermotor amat tidak sebanding," katanya, Rabu, (11/5).

Pertumbuhan panjang jalan hanya 0,01 persen per-tahun. Sedangkan pertumbuhan kendaraan bermotor berkisar 10-11 persen per tahun.

"Akibatnya pada jam-jam sibuk kemacetan tak bisa terbendung di kota berpenduduk 10 juta jiwa ini."

Data Ditlantas Polda Metro Jaya yang menaungi Jakarta, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jadetabek) menyebutkan, jumlah kendaraan bertambah 5.500-6.000 unit per hari. Dari jumlah tersebut, sepeda motor mencapai 4.000-4.500 per hari.

Hingga akhir 2014, jumlah kendaraan di wilayah ini mencapai sekitar 17,5 juta unit. Dari total kendaraan bermotor, sepeda motor menyumbang sekitar 75 persen  atau setara dengan sekitar 13 juta unit. Sementara itu, rasio jalan di Jakarta dibandingkan dengan total luas daratan Jakarta baru sekitar 7 persen pada 2014.

Masih jauh dari ideal yang semestinya 12 persen dari total luas kota. Saat ini, jumlah panjang jalan Jakarta sekitar 6,86 juta kilometer (km) atau setara dengan sekitar 42 juta meter persegi (m2), sedangkan luas daratan Jakarta sekitar 661 kilometer persegi (km2). Dari total panjang jalan sekitar 2 persen adalah jalan tol atau setara dengan 123 km.

Di sisi lain, terang Brown,  penggunaan angkutan umum kian menurun, berdasarkan survey Jabodetabek Urban Transportation Policy Integration (JUTPI) tahun 2010, terlihat bahwa pada 2002 penggunaan kendaraan pribadi baru 33 persen dari total pergerakan di Jakarta. Tapi pada 2010 angkanya sudah menyentuh 50 persen.

Hal itu berbanding terbalik dengan penggunaan angkutan umum, yakni dari semula 42 persen menjadi tinggal 20 persen.

Data Ditlantas Polda Metro Jaya juga menunjukan bahwa ada sekitar 20 juta perjalanan per hari di Jakarta.

"Ironisnya, mayoritas pergerakan itu diakomodasi kendaraan pribadi, baik mobil maupun sepeda motor. Maklum, 107 ribu angkutan, itu terdiri atas angkutan barang dan angkutan orang."

Para komuter menghabiskan waktu rata-rata 3-4 jam sehari di dalam mobil akibat macet atau 60 persen waktu para pengendara dihabiskan dengan berhenti akibat macet.

Jika pertumbuhan kepemilikan kendaraan bermotor terus bertumbuh di level yang sama, pada 2020, gas rumah kaca di pusat kota Jakarta akan 2,35 kali lebih banyak dari level di tahun 2002, menurut studi Japan International Cooperation Agency.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement