REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Arist Merdeka Sirait, menegaskan pemerintah harus segera menerbitkan Perpu mengenai sanksi kebiri bagi pelaku kejahatan seksual.
Arist mengatakan, Perpu tersebut akan menjadi pijakan bagi penegak hukum untuk melaksanakan hukuman pemberatan kepada pelaku kejahatan seksual.
"Tidak usah dibahas-bahas lagi, Perpu sanksi kebiri harus segera dikeluarkan. Bila perlu, segera ditandatangani Presiden dan dikeluarkan," ujarnya kepada Republika.co.id, Kamis (12/5).
Adanya Perpu, lanjutnya, merupakan bukti komitmen pemerintah dalam memberikan pijakan pemberlakuan pemberatan hukuman. Pasalnya, Presiden Joko Widodo telah menegaskan status kejahatan seksual sebagai extraordinary crime.
"Karena kejahatannya luar biasa, maka ancaman hukuman juga mesti 'luar biasa' sebagai bentuk penindakan," tegasnya.
Meski demikian, Arist tetap mengingatkan bahwa sanksi kebiri harus dijelaskan teknisnya. Sanksi juga tidak boleh melanggar HAM para pelaku. Ia menilai opsi sanksi kebiri suntik kimia dapat dipilih pemerintah.
Sebab, sanksi tersebut dipandang paling efektif memberi efek jera sekaligus menekan keinginan mengulangi kembali kejahatan seksual. Selain itu, dia juga mengingatkan agar penerapan sanksi kebiri harus berdasarkan keputusan peradilan yang inkrah.
"Harus sesuai prosedur hukum, baru dilaksanakan," ucapnya.
Sebelumnya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan pemberlakuan hukuman pemberatan bagi pelaku kejahatan seksual menjadi pilihan bagi pemerintah. Meski demikian, hukum kebiri suntik kimia akan dipertimbangkan pelaksanaannya.
Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dr Untung Suseno Sutardjo, mengatakan berdasarkan hasil rapat koordinasi antar beberapa kementerian pada Selasa (10/5), pemerintah memilih menetapkan hukuman pemberatan bagi pelaku kejahatan seksual.
Hukuman pemberatan yang dimaksud berupa pidana maksimal dan mengumumkan nama pelaku kepada publik.