REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Warga di tiga Rukun Warga (RW) di Bukit Duri akan mengajukan gugatan terhadap rencana pembangunan Trase Kali Ciliwung dari pintu air Manggarai sampai dengan Kampung Melayu, Kecamatan Tebet, Jakarta Timur.
"Jadi warga meminta agar program ini harus dihentikan karena beberapa tindakan ditengarai telah melawan hukum dan kami telah mengajukan gugatan ke pengadilan terhadap Pemprov DKI karenanya," kata Kuasa Hukum Warga Bukit Duri Vera W.S. Soemarwi di Jakarta, Kamis (12/5).
Namun, Vera tidak merinci di mana gugatan itu disampaikan. Ia hanya menjelaskan sejak 16 Oktober 2012 saat Presiden Joko Widodo masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, sudah ada konsultasi publik dengan warga, bahwa tidak akan ada penggusuran.
"Waktu itu kita ada kesepakatan bersama dengan beliau bahwa tidak ada penggusuran tapi revitalisasi untuk kampung di Bukit Duri dibangun kampung susun berbasis manusiawi yang jaraknya lima meter dari sungai dan akan dilakukan pelebaran 20-25 meter persegi," jelasnya.
Selain itu, tambah dia, menurut pengakuan Pemprov DKI, ada anggaran untuk membeli tanah dan bangunan warga yang sudah dibayarkan untuk tahun 2016, namun uang itu tidak pernah sampai pada warga.
"Kemana uang itu pergi, yang pasti penguasa anggaran sudah mengantonginya, inikah yang dinamakan terimakasih dan realisasi janji pemimpin itu," ucapnya.
Lebih lanjut dia menilai, pembangunan infrastruktur kota tanpa mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi dan kemanusiaan, hanya akan membentuk kota beton tanpa peradaban.
"Dan demi betonisasi, semakin banyak warga kampung kota digusur serta demi pembangunan kota yang berat sebelah, tingkah dan kebijakan penguasa seringkali menghilangkan jasa pelaku sejarah pembangunan kota," ucap dia menambahkan.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, saat ini total warga dari RT 10, 11 dan 12 ada 384 kepala keluarga dengan 1.275 jiwa serta luas tanah kurang lebih 17.000 meter persegi.