REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mencatat adanya kekurangan sebanyak 3.107 tenaga pengawas ketenagakerjaan. Kekurangan tersebut berasal dari sekitar 514 kabupaten dan kota di seluruh Indonesia.
Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) Kemenaker, Suhartono, mengatakan kebutuhan pengawas ketenagakerjaan untuk 34 provinsi di Indonesia mencapai 4.614 orang. Saat ini, baru ada sekitar 1.507 pengawas ketenagakerjaan di seluruh Indonesia.
"Kekurangan sebanyak 3.107 tenaga pengawas ketenagakerjaan itu berdasarkan pantauan hingga Mei 2016. Saat ini kami sedang melatih 30 orang calon tenaga pengawas ketenagakerjaan yang baru," ujar Suhartono kepada Republika di Jakarta, Kamis (12/5).
Adapun tugas pengawas ketenagakerjaan adalah melakukan pengawasan terhadap perusahaan atau pelaku industri di daerah. Perusahaan atau pelaku usaha harus dipastikan mematuhi aturan perundang-undangan dalam mempekerjakan para karyawan.
Suhartono melanjutkan, tenaga pengawas ketenagakerjaan diambil dari pegawai negeri sipil (PNS) di daerah. Setelah dinyatakan lulus menjalani diklat, tenaga pengawas nantinya akan bekerja di bawah naungan dinas ketenagakerjaan di masing-masing daerah.
Meski demikian, pihaknya tidak sepenuhnya dapat menjamin keberlangsungan penugasan tenaga pengawas ketenagakerjaan di daerah. Sebab, pendelegasian tugas PNS merupakan wewenang penuh daerah.
"Kasus yang sering terjadi adalah saat ada pergantian kepala daerah, tenaga pengawas ikut dimutasi ke dinas lain. Inilah salah satu penyebab kurangnya tenaga pengawas," ungkap Suhartono.
Untuk mengatasi hal tersebut, tutur dia, Kemenaker berupaya agar badan kepegawaian daerah (BKD) mempertimbangkan mutasi para pengawas ketenagakerjaan. Pihak Kemenaker meminta agar para pengawas ketenagakerjaan tidak masuk dalam daftar mutasi pegawai di daerah.
"Sebisa mungkin mereka harus melaksanakan fungsinya sebagai pengawas dulu. Sebab, rekruitmen dan pelatihan tenaga pengawas baru memerlukan waktu lama dan biaya yang besar," tambah Suhartono.