REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Proses Munaslub menunjukkan Partai Golkar sedang berjuang. Golkar hendak bertransformasi menjadi partai kokoh dan demokratis di Indonesia.
Pengamat politik dari Akar Rumput Strategic Consulting (ARSC) Dimas Oky Nugroho mengatakan Golkar dipandang sebagai partai yang mampu bertransformasi dan belajar dari kesalahan mereka di masa lalu.
Mulai dari zaman Orde Baru lalu beralih ke era Akbar Tandjung dan Aburizal Bakrie (ARB). Era Akbar dan ARB dinilai sudah mengadopsi sistem demokratis.
"Problemnya, Golkar di era mereka masih sebatas mengadopsi prosedur demokrasi namun gagal membangun sebuah sistem politik yang sehat dan bersih secara internal," kata Dimas dalam keterangan pers yang diterima Republika.co.id, Jumat (13/5).
Dimas melihat isu utama Munaslub Golkar saat ini adalah transformasi dalam konteks politik bersih tadi. Menurut doktor politik alumnus Universitas New South Wales (UNSW) Sydney ini mekanisme demokrasi harus dibarengi dengan praktik politik yang bersih. Era kepemimpinan Presiden RI Jokowi adalah era dimana politik yang bersih dan sehat menjadi kode utama kepemimpinan politik.
Dimas menjelaskan dalam konteks idealisme politik bersih ini apalagi berbicara soal tren politik ke depan, sosok calon ketua umum seperti Airlangga Hartarto mewakili idealisme politik bersih tersebut. Meski secara riil politik, sosok seperti Setya Novanto banyak disebut oleh kader.
"Namun hal itu lebih dikarenakan faktor pragmatisme politik dan dominasi genk politik tertentu di tubuh Golkar saat ini," ujarnya.
Bisa dikatakan pertarungan di Munaslub Golkar saat ini adalah sebuah pertarungan antara keinginan Partai Golkar untuk menjadi pragmatis adaptif atau bertransformasi membenahi partai untuk menjadi lebih baik dan ideal sebagaimana tren politik bersih saat ini.