REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Impor Grand Parent Stock (GPS) yang berlebih, karena over estimasi perhitungan demand, pada tahun 2013-2014 telah mengakibatkan over supply produksi daging ayam.
Persaingan di pasar pun menjadi pincang karena perusahaan integrasi besar juga memasok daging ayam ke pasar trandisional. Usaha peternakan ayam ras pedaging (broiler) sekitar 95% saat ini dikuasai perusahaan integrasi dan hanya 5% peternak mandiri.
Sedangkan peternak ayam ras petelur (layer) 100% peternak mandiri. Peternak mandiri ayam ras pedaging (broiler) sulit bersaing dengan perusahaan integrasi dilihat dari sisi penguasaan sarana produksi dan efisiensi usaha sehingga harga relatif lebih tinggi.
"Kita harus masuk ke hulu industri perunggasan ini. Kita juga harus mulai merancang kebijakan dari sekarang. Jika terus begini persaingan nanti tidak jalan dan kita tidak bisa mulai dengan market yang terlalu pincang," ujar Menko Perekonomian Darmin Nasution usai rapat koordinasi 'Penyehatan Struktur Industri Peternakan Ayam, Jumat (13/5).
Dari hasil pantauan KPPU di bulan Januari-Februari, lanjut Darmin, terjadi disparitas harga yang tinggi untuk komoditas daging ayam. Daging ayam di tangan peternak dihargai Rp10.000 per kilogram.
Sementara harga daging ayam yang berlaku di pasaran berkisar di harga Rp38.000-Rp40.000 perkilogram dari harga yang ideal Rp18.000 perkilogram. Karena itu intervensi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibutuhkan.
Sepakat dengan Darmin, Menteri Perindustrian Saleh Husin mengatakan BUMN harusnya mulai masuk dari situ agar tidak berdampak sampai ke harga penjualan nantinya. Sebab beradaan BUMN dalam industri ini dipastikan bisa memberikan dampak positif.
"Stabilitas harga pangan bisa kebih terjaga nantinya," ujarnya.
Sebagai tindak lanjut rapat ini, Menko Perekonomianm menginstruksikan agar segera dilakukan harmonisasi dan sinkronisasi draft Permentan dan draft Permendag tentang Penataan Keseimbangan Pasar Perunggasan.