REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seharusnya ikut memantau penyelenggaraan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar sejak proses-proses awal, bukan hanya di waktu pemilihan.
Divisi korupsi politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz mengatakan episentrum korupsi politik sebenarnya terjadi dari kegiatan seperti ini. Untuk itu sebaiknya pemantauan oleh KPK tidak hanya di hari pelaksanaan Munaslub. Karena hal menyimpang terjadi di proses-proses awal.
Donal menyebut sudah menjadi tugas KPK untuk memantau apakah apakah ada calon ketua umum (caketum) yang memberikan uang kepada pemilih yang juga pejabat publik dan penyelenggara negara. Jika iya, mereka bisa dijerat dengan pasal dengan pasal-pasal tindak pidana korupsi.
"Keberadaan KPK di dalam Munaslub tidak melanggar aturan. Justru jika Golkar membuka diri KPK masuk dalam proses-proses pengawalan, ini akan terlihat," ujar Donal baru-baru ini.
Baca juga, Golkar Gandeng KPK dan Polri Awasi Munaslub.
Bagi orang yang ingin membangun partai bersih, keberadaan KPK dianggap sesuatu yang positif. "Tetapi, bagi orang yang ingin menjadikan politik transaksional dengan jual-beli suara, ini adalah sesuatu yang mengganggu," kata dia.
Seperti diberitakan sebelumnya, delapan kandidat caketum Golkar akan berkompetisi memperebutkan posisi puncak di partai berlambang pohon beringin tersebut pada Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) pada 14 hingga 15 di Bali. Mereka adalah Mereka adalah Aziz Syamsuddin, Mahyudin, Setya Novanto, Ade Komarudin, Syahrul Yasin Limpo, Airlangga Hartarto, Indra Bambang Utoyo, dan Priyo Budi Santoso.